KBRN, Lima : Misi delegasi Indonesia dalam mengawal Sidang Tingkat Dunia atau Confrence Of Parties COP tahun ini berjalan sangat baik, terutama untuk misi bidang kehutanan atau formula R-E-DD Plus yang pada Sidang UNFCC atau United Nation For Climate Change di Lima, Peru ini, terus melaju dan menjadi topik wajib dalam setiap pembahasan.
Hal tersebut diungkapkan oleh delegasi Khusus Indonesia dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr Yetti Rusli, MSc, yang bahasannya dalam berbagai kesempatan senantiasa menyedot banyak pengunjung untuk antusias berinteraksi pada masalah REDD+.
Pada paparannya di Paviliun Indonesia, Sabtu (6/12/2014), Yetti Rusli megatakan, dengan menjaga dampak perubahan iklim bagi hutan dapat mengatasi atau menahan pertambahan suhu bumi agar tidak melampaui target, atau secara maksimal hutan dapat menyerap kelebihan suhu bumi.
“Tiap tahun Conference Of Partiest COP ini, khususnya untuk kehutanan, kita harus kembali ke keberhasilan kita pada COP di Bali 2007. Inilah yg perlu kita kawal dan untuk persidangan bidang kehutanan dinamakan REDD+, ini terus melaju sebagai satu topik yang diperhitungkan disemua pembicaraan termasuk douban platform, finance, mitigasi, adaptasi dan sebagainya,” papar Yetti Rusli, yang juga Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim pada Kementerian yang baru digabung menjadi kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini.
“Jadi kita tinggal mengawal semua itu. Dan nanti ketika puncaknya pada sidang di Paris tahun depan, itu tetap ada dan menjadi suatu fokus serta menjadi upaya dunia untuk mengatasi atau menahan pertambahan suhu bumi ini tidak melampaui target," tambah Yetti Rusli.
Selain itu juga tampil sebagai pembicara Arga paradita dari Biro Perencanaan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan topik bahasan Best practices of REDD+ di Berau, Malinau, dan Kapuas Hulu.
Menurut Arga Paradita dari berbagai program REDD+ ini dari sisi pemerintah harus mengutamakan 3 hal penting terkait yaitu namun harus netral untuk ke-3 yaitu dari sisi pemerintah, public senter dan masyarakat.
“Saya dari sisi pemerintah saya mencoba untuk balace, dimana kita tidak boleh mendudukan diri kita sebagai seorang private sector tetapi juga harus mempertimbangkan private sector, juga harus mempertimbangkan community, kan itu triangle, pemerintah, public center dan masyarakat, itu rumusnya, semua Negara juga rumusnya begitu,” kata pemuda lajang yang akrab disapa Arga ini.
“Makanya terutama untuk perubahan iklim ini kita juga pemerintah, public centre dan masyarakat harus bersama-sama mematuhinya, postifnya saat ini adalah sudah banyak yang ikut perduli tentang perubahan iklim ini, meskipun belum semua," ujar Arga Paradita pada sesi tanya jawab dengan para peserta COP dari berbagai negara.
REDD+ adalah sebuah mekanisme insentif internasional yang bertujuan untuk mendorong kebijakan dan tindakan di negara-negara berkembang (pemilik hutan) untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan dalam rangka konsekwensi perubahan iklim dunia untuk menstabilkan kadar gas rumah kaca di atmosfir untuk menghindari kerusakan sistim iklim yang akan berdampak negatif terhadap kehidupan manusia.
Hari ke-5 Sidang-sidang di COP ke-20 yang berlangsung di Paviliun Indonesia semakin diramaikan oleh para peserta dari berbagai Negara. Sementara untuk Sidang COP sendiri kini sudah sampai pada tahap menyiapkan draf text untuk protokol baru sidang COP di Paris tahun depan yang dibahas dalam adhock development dimana draf text ini nantinya akan terus disempurnakan oleh co cheer-nya akan menyimpulkan mengupdate dari saran saran semua Negara sekaligus merampingkan draf guna dibawa dalam Sidang COP tahun depan di Paris, Perancis. (Lala/HF)
Sumber :
http://www.rri.co.id/post/berita/124390/luar_negeri/indonesia_kawal_baik_sidang_cop_perubahan_iklim_global_di_peru.html
0 comments:
Post a Comment
Silakan memberikan komentar :) terimakasih sudah berkunjung ke forestforlife.web.id