Tanggal 16 September 2014 beberapa kalangan profesional dan akademisi IPB berkunjung ke Geger Bangkalan. Mereka adalah Nurcahyo Adi (Ucok), Imam Soeseno, dan beberapa praktisi bisnis lainnya seperti Agus Nurhayat, Awriya Ibrahim, Hasbi Afkar, Bowo H Satmoko, dan Atang Muharam. “Ini adalah contoh penerapan bisnis hulu-hilir yang mengintegrasikan antara Kebun Energi Kaliandra dan Pabrik Wood Pellet yang dikelola oleh masyarakat,” papar Daru Asycarya, Project Manager ICCTF-Kemenhut ini.
Kaliandra dipilih karena keunggulannya dalam mendukung program bisnis wood pellet dan kemampuannya tumbuh di lahan kritis. Dengan sistem 3T – meminjam istilah dari Dr.Yetti Rusli – (Tanam, Tebang, dan Trubus) maka budidaya kaliandra di kebun energi akan bisa sustainable paling tidak dalam waktu 10 tahun,” imbuhnya. Kebun energi seharusnya ditempatkan pada lahan-lahan kosong dan tidak produktif, sehingga mampu menghasilkan delta serapan karbon yang penting.
Proyek ini juga ingin membuktikan bahwa konsep “Carbon Neutral” sangat relevan dan bisa diterapkan dalam rangka mengurangi ekses negatif perubahan iklim. Nurcahyo Adi kemudian menyoroti, sampai seberapa potensial bisnis wood pellet ini, apakah pembeli wood pellet masih punya komitmen untuk membeli dalam waktu-waktu mendatang? Sangat potensial, karena pembeli wood pellet seperti Korsel mensupport penggunaan biomass energy sebesar 20% dari kebutuhan energi nasionalnya untuk menggantikan bahan bakar fosil termasuk batubara. Jika pemerintahannya masih bertahan dengan kebijakan itu tentunya pasar wood pellet akan senantiasa terbuka.
Saat ini kompetitor Indonesia yang terberat adalah Philipina dan Vietnam. Mereka bergerak teramat cepat menangkap peluang bisnis di Korsel ini. Bahkan mereka bisa menjual dengan harga yang lebih murah daripada Indonesia. Dr. Imam Soeseno profesional dan akademisi dari IPB melihat peluang bisnis oleh masyarakat ini memberikan harapan baru. “Sebaiknya dukungan dari Pemerintah Indonesia lebih bebas menggelinding, apalagi pemerintahan baru Jokowi JK tampaknya cukup akomodatif memandang isu-isu baru yang relevan bagi bangsa ini, ” ujarnya. Nurcahyo Adi melihat prospek bisnis wood pellet yang terintegrasi dengan kebun energi sangat bagus, kita bisa melibatkan BUMN yang peduli dengan program PHBM dan memanfaatkan lahan-lahan yang idle. Harus ada perekat yang efektif antara Pihak Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat,” katanya. Contoh kasus pentingnya penerapan konsep ini adalah Penanggulangan gulma Acacia Nillotica yang berada di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Dapatkah kita membersihkan gulma acacia nilotika yang meracuni banteng di taman nasional baluran dengan cara yang hebat? Jika hanya menebas gulma ini dan dibuang begitu saja maka ini tidak menciptakan benefit baru. Lalu, jika kita bisa memanfaatkan batang dan ranting acacia nilotika ini menjadi sumber bahan baku wood pellet akan memecahkan masalah tanpa masalah seperti slogan Pegadaian. Demikian papar Daru Asycarya.
Pandangan Imam Soeseno tiba-tiba tertuju pada sebuah bangunan silinder warna hitam dengan dua bulatan besar yang bisa digeser-geser terletak pada sisi silinder. “Ohh inikah yang disebut sebagai Kompor Wood Pellet?”. Darimana kompor ini berasal? Kompor wood pellet yang berada di kantor FMU Gerbang Lestari ini memang kompor prototype besutan Nurul Huda dari Unibraw Malang. Harganya cukup murah, hanya 150 ribu rupiah. Masyarakat Madura pasti pintar memodifikasi dan menduplikasi kompor ini karena struktur dan arsitekturnya sangat sederhana. Fungsi yang paling penting dari kompor wood pellet ini adalah terletak pada dua regulator udara dan regulator api. “Setengah kilogram wood pellet bisa memanasi aneka masakan selama 1,5 jam,”tukas H. Nuryanto, Anggota PIU yang sehari-harinya menjabat sebagai Humas di lingkup lokal. Anak-anak pabrik sering menggunakan ini untuk membakar tungku air dan membuat kopi. “Agar warna apinya biru atau hijau, maka diperlukan pengaturan lubang angin yang sesuai, terutama pada regulator sebelah atas,” jelas Daru. Semakin biru warnanya menunjukan proses pembakaran semakin sempurna dan panas kompor lebih stabil. “Perlu dikembangkan lagi agar produk wood pellet bisa untuk membakar sate..” kata Imam Soeseno. Jelas kedepan itu sangat mungkin dikembangkan dengan mencetak torrafected wood pellet yang memiliki nilai kalori sangat tinggi menyerupai batubara. Semoga jalan ke depan semakin lempang dan terbuka… Aamiin.
0 comments:
Post a Comment
Silakan memberikan komentar :) terimakasih sudah berkunjung ke forestforlife.web.id