Proyek kerjasama teknis IJ-REDD+ antara Kementerian Kehutanan Indonesia dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) sudah berjalan selama 1 tahun, sejak 2013. Kerjasama ini bertujuan untuk membantu pengembangan mekanisme REDD+ dan menyiapkan prakondisi di Indonesia melalui pendekatan integrasi pada tingkat nasional, sub nasional dan lapangan. Target proyek IJ-REDD+ adalah Provinsi Kalimantan Barat meliputi Kabupaten Pontianak dan Ketapang, dan Provinsi Kalimantan Tengah yaitu di Kabupaten Kayong Utara dan Kubu Raya. Kerjasama ini menargetkan empat kawasan hutan di Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Pontianak dan Ketapang. Termasuk didalamnya adalah kawasan Taman Nasional Gunung Palung yang berada di Kabupaten Ketapang.
Pada tanggal 22 Juli 2014, bertempat di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Project Steering Committe (PSC) IJ-REDD+ melakukan pertemuan guna membahas perkembangan proyek. Pertemuan dibuka oleh Ketua PSC, Bapak Dr Hadi Daryanto, dengan moderator Ketua Pokja Perubahan Iklim, Ibu Yetti Rusli. Agenda pertemuan adalah membahas hasil capaian proyek IJ-REDD selama 1 tahun dan rencana pelaksanaan proyek di tahun mendatang. Hasil akhir yang akan dicapai proyek ini yaitu pengembangan mekanisme implementasi IJ-REDD+ dalam tingkat nasional, juga dibahas.
Dalam pemaparannya, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Ditjen PHKA, Dr Bambang Supriyanto menekankan perlunya mekanisme promosi pasar bagi REDD+ melalui kerjasama proyek ini. Konsep Joint Credit Mechanism (JCM) yang telah diadopsi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang untuk implementasi REDD+ menjadi salah satu opsi pasar. Ini menjadi tantangan bagi proyek dalam pencapaian exit strategy agar program REDD+ dapat berlanjut meskipun proyek berakhir pada 2016. Konsep pasar tersebut juga didukung penuh oleh Pemerintah Jepang sebagaimana disampaikan perwakilan Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia.
Beberapa hal yang telah dicapai dalam pengembangan REDD+ di kedua propinsi, khususnya di Taman Nasional Gunung Palung, meliputi:
Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalam melakukan monitoring melalui pelatihan remote sending, field survey dan GIS. Pengumpulan data terkait pengembangan model REDD+ di Taman Nasional Gunung Palung, terdiri dari beberapa survey yaitu sosial ekonomi, FPIC serta keanekaragaman hayati. Peningkatan koordinasi di tingkat provinsi maupun nasional guna memantau karbon level di tingkat propinsi
Mendukung kebijakan REDD+ di tingkat nasional maupun internasional.
Hasil pengumpulan data (survey) untuk mengetahui karbon level di tingkat propinsi, menyatakan bahwa terjadi peningkatan tutupan hutan/lahan di kawasan Taman Nasional Gunung Palung dari tahun 2010-2013. Sebaliknya, terjadi penurunan tutupan hutan/lahan di lahan di keempat kabupaten tersebut di atas. Berdasarkan data tersebut, kawasan TN Gunung Palung dinilai layak sebagai lokasi yang tepat bagi pengembangan model REDD+ dengan empat satelit yaitu pada keempat kabupaten.
Tantangan pengembangan REDD+ kedepan adalah adanya kepastian kelembagaan serta sumberdaya manusia yang berkompeten agar REDD+ dapat berlanjut. Rancangan aksi nasional maupun rancangan aksi daerah untuk penurunan emisi gas rumah kaca sebagai implementasi REDD+ dirasa masih kurang efektif. BAPPENAS dan BP REDD menyarankan bahwa konsep pengembangan model REDD+ akan dapat berlanjut ketika dilakukan dalam satu Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Dan sekali lagi, Taman Nasional Gunung Palung yang telah ditetapkan menjadi Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) merupakan lokasi yang sangat layak. Namun, mengingat konsep REDD+ sendiri masih menjadi wacana internasional yang dibahas di UNFCCC, apakah KPHK sudah dapat menjamin pengembangan REDD+, masih perlu diketahui. Untuk itu, proyek IJ-REDD akan mengupayakan ke arah tersebut.
Sumber : http://ekowisata.org/kesatuan-pengelolaan-hutan-jawaban-bagi-keberlanjutan-program-redd/
0 comments:
Post a Comment
Silakan memberikan komentar :) terimakasih sudah berkunjung ke forestforlife.web.id