Oleh: DR. Ir. YETTI RUSLI, MSc.
(yetti.rusli@gmail.com; http://www.forestforlife.web.id)
(yetti.rusli@gmail.com; http://www.forestforlife.web.id)
1. Hutan Indonesia perlu
diselamatkan secara professional dengan landasan ilmiah dan empiris, tidak
hanya terhanyut isu dan tanggapan sentimentil dunia yang pada beberapa tahun
belakangan berkembang pembicaraan sepihak bahwa hutan Indonesia menjadi sumber
emisi. Pandangan tersebut sangat tidak adil dan berpotensi menutup solusi
cerdas yang dapat di sumbangkan oleh hutan Indonesia.
2. Secara legal
konstitusi, hutan menempati wilayah daratan Indonesia lebih kurang 65%,
merupakan modal kebangkitan ekonomi Indonesia yang dapat menyentuh lapis akar
rumput sampai ekonomi nasional dan global.
3. Selain manfaat hutan
yang sudah dikenal umum (ekosistem, kayu dan nonkayu), hutan Indonesia dapat
menjadi solusi mengatasi krisis dan subsidi energi nasional yang setiap tahun
meningkat tanpa terselesaikan. Kemampuan tersebut dapat berkembang sampai
penguasaan pasar dunia energi berbasis biomasa kayu dengan menanam lahan
marginal terbengkalai dengan jenis kayu energi (kayu bakar) dan dengan cara
tanam Short Rotation Coppice System (SRC) atau tanam tebang trubus. SRC
ini dapat menghasilkan biomasa siap digunakan hanya dalam waktu 1 tahun dan
bisa terus menerus dipanen selama 20-30 tahun dengan hasil berkali lipat
dibanding sistem tanam konvensional. Sampai saat ini pembangunan kehutanan
konvensional belum menyentuh inovasi dan potensi tersebut.
4. Teknik SRC juga dapat
digunakan menggerakkan penanaman lahan marginal dan terlantar di luasan 65%
daratan Indonesia, dan dengan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan biomasa untuk
beragai keperluan. Teknik SRC seyogyanya juga digunakan untuk tanaman pulp dan
paper dan kebutuhan biomasa lainnya sehingga produktivitas dapat ditingkatkan
dengan berlipat ganda.
5. Dengan modal dasar yang ada dan dukungan sinergitas penyelesaian
kebutuhan energi nasional serta mengatasi subsidi energi, di percaya bahwa
hutan Indonesia dengan menanam kayu energi di lahan kosong dengan sistem SRC,
mampu dikembangkan menjadi solusi ekonomi dan pembangunan nasional dalam waktu
singkat. Periksa link berikut http://www.linkedin.com/groups/Indonesia-could-be-one-biggest-4110549.S.5819305708406988801 “Indonesia could be one of the biggest producer of biomass for
energy worldwide”. Didukung sistem SRC yang hanya butuh
waktu 1 tahun sudah dapat menghasilkan biomasa siap digunakan dengan teknologi
pilihan berbasis biomasa padat maupun gas (mulai dari teknologi sederhana
sampai teknologi terkini).
6. Sebagaimana
publikasi FAO tentang hutan dan bumi 300 tahun kedepan (http://www.fao.org/docrep/018/i3364e.pdf) bahwa tantangan
hutan kedepan sekaligus peluang adalah dalam memenuhi kebutuhan:
-
lahan (deforestasi)
- air bersih
- sumber genetic (biodiversity protection)
- simpanan karbon (biomasa)
- sumber energi terbarukan dan bahan baku produk lainnya dari biomasa kayu
- air bersih
- sumber genetic (biodiversity protection)
- simpanan karbon (biomasa)
- sumber energi terbarukan dan bahan baku produk lainnya dari biomasa kayu
Peluang
diatas mutlak perlu didukung oleh teknologi (termasuk nano teknologi) dan governance.
7. Modifikasi
dan pengembangan pengelolaan hutan lestari juga dapat dibangkitkan melalui
pembangunan kehutanan rendah karbon dan konservasi karbon hutan (peluang green investasi dan pasar karbon) yang juga
menjadi harapan dunia.
8. Pengelolaan hutan
Indonesia tidak bisa diabaikan oleh masyarakat apalagi pemerintah, karena
Indonesia merupakan negara kepulauan dimana jarak antara pantai relatif dekat
dan diantaranya terdapat lereng dan gunung. Untuk keberlanjutan pembangunan,
kehidupan dan ketahanan terhadap perubahan iklim (adaptasi) pada kondisi
geomorfologi demikian, menuntut sistem penataan ruang dilakukan dengan
cermat. Pepohonan dan hutan merupakan penutup bumi yang terbaik,
dan landscape tersebut dengan kriteria yang jelas
telah dikenal dalam tataruang fungsi hutan yaitu Hutan Konservasi dan Hutan
Lindung (dilarang oleh undang-undang menebang pohon), Hutan produksi (untuk
budidaya) dan Hutan yang berada pada Areal Penggunaan Lain.
Butir diatas semakin
menarik lagi ketika berbicara perubahan iklim dan kehutanan dimana secara nyata
sampai saat ini, bahwa media publik global bahkan nasional cenderung dan terkesan
mengedepankan kerusakan hutan Indonesia. Banyak media melihat hutan
seolah-olah hanya sumber bencana tanpa makna dan tanpa nilai potensi apapun
untuk bangsa. Alangkah ruginya bangsa ini jika yang dipahami hanya
persoalan dan petaka. Beberapa dokumen-dokumen intervensi pada sidang
perubahan iklim PBB (UNFCCC – United Nations Framework Convention on Climate
Change) yang berisikan penjelasan berimbang sesuai fakta dan tidak hanya di
tuduh sebagai petaka dan sumber emisi antara lain dapat diperiksa pada link
berikut ini http://unfccc.int/files/meetings/bonn_apr_2013/application/pdf/ws2_workshop_programme_landuse.pdf.
Secara berimbang hutan
Indonesia adalah obat untuk perubahan iklim dengan memahami fotosintesa
(menyerap CO2 Gas Rumah Kaca dari atmosfir) selama 11 jam setiap hari dan
sepanjang tahun. Tulisan hutan dan perubahan iklim dapat diperiksa melalui
alamat http://goo.gl/N8ndkt . Bagaimana kebijakan nasional dan dunia
bidang kehutanan yang dapat mendorong secara optimal kemampuan geografis,
demografi, dengan insentif GREEN DEVELOPMENT bisa didudukkan pada
tempatnya.
Hutan dalam Green Arsitektur Pembangunan telah
pula menjadi bukti ketika kami menginisiasi dan memperjuangkan Peraturan
Pemerintah nomor 2 tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan (ketika pak JK
menjadi Wapres Kabinet Indonesia Bersatu). Bahwa kebutuhan pembangunan
bidang tambang dapat digerakkan dan diatur melalui insentif dan disinsentif
PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) sehingga dengan ketentuan tersebut memaksa
pelaku untuk menerapkan good practice mining di
kawasan hutan. Info terkini pada alamat http://industri.bisnis.com/read/20140225/99/205771/pemerintah-naikkan-tarif-pnbp-kehutanan.
Berikutnya hasil pemikiran biomasa energi
telah pula diterapkan di Kabupaten Bangkalan Madura melalui tanaman kaliandra
merah seluas 214 hektar dengan sistem SRC dan sudah dipanen perdana untuk
percobaan olahan pellet kayu. Dapat dilihat antara lain di http://www.thejakartaglobe.com/news/indonesia-can-develop-biomass-energy/
Pada intinya bahwa Green Arsitektur Hutan Indonesia yang luasnya
secara konstitusi lebih besar dari setengah luas daratan atau seluas 133 juta
hektar, adalah menjadi peluang dan penopang kebangkitan ekonomi Indonesia
rendah karbon, menjangkau ekonomi lokal masyarakat sampai pada lapis akar
rumput dalam konteks pemerataan dan mengatasi kemiskinan, solusi kebutuhan
energi dan subsidi energi nasional, serta sumber peluang pasar dunia energi
biomasa kayu dan green produk lainnya.
Kepada publik, terutama rimbawan sangat
dianjurkan untuk melihat arsitektur hutan dunia 300 tahun yang akan datang
untuk kehidupan dan penyelamatan bumi yang ditulis pakar kehutanan dunia
melalui link publikasi FAO http://www.fao.org/docrep/018/i3364e.pdf ;http://www.unece.org/fileadmin/DAM/timber/meetings/20131209/2-Forests_in_300_years.pdf dan http://www.rightsandresources.org/wp-content/uploads/Juergen-Blaser_Forests-in-300-years2_pdf.
Sebagai penutup, berikut sekelumit kisah
perjalanan anak desa yang kemudian memilih menjadi rimbawan sejati sebagai
profesinya dapat dilihat dari wawancara dengan Ibu Suhariyanto (relawan
Rimbawan Salam Dua Jari) ditulis dua tahun silam dalam majalah Rimbawani No. 18
April 2012 ISSN 1412-8179 melalui link berikut : http://www.forestforlife.web.id/2013/07/dr-ir-yetti-rusli-msc.html
Semoga bermanfaat dalam ridhoNYA.
Jakarta Juli 2014.
Download file dalam bentuk pdf : https://www.mediafire.com/?32n8sbuad67cn53
0 comments:
Post a Comment
Silakan memberikan komentar :) terimakasih sudah berkunjung ke forestforlife.web.id