Pages

Hutan Kunci Bagi Sasaran Pembangunan

Hutan dunia memainkan perang penting dalam peralihan ke ekonomi hijau, tapi pemerintah perlu berbuat lebih banyak guna menjamin hutan tersebut dikelola secara berkelanjutan

Pelet Kayu, Bahan Bakar Alternatif Rendah Emisi

Penggunaan wood pellet (pelet kayu) sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk industri besar, kecil, dan rumah tangga menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah dan gas.

COP19 Warsawa : Indonesia Paparkan Inisiatif Hijau Dalam Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung

"Green Initiatives on Protected Forest, Production Forest and National Parks" COP-19/CMP-9 UNFCCC, Warsawa, Polandia (15/11/2013).

Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks

ITTO co-hosted a discussion forum on “Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks” at Forest Day 6, convened during UNFCCC COP18 in Doha, Qatar.

Tuesday, October 29, 2013

Indonesia-Swiss kerja sama program bangunan hijau

Jakarta (ANTARA News) - Republik Indonesia bekerja sama dengan Swiss dalam memperluas inisiatif program bangunan hijau ke berbagai kota di Indonesia guna mengatasi peningkatan dampak perubahan iklim dari emisi gas rumah kaca.

"Kunjungan rombongan Swiss untuk bertemu membahas untuk membantu Indonesia mengenai program bangunan hijau nasional dan menghentikan gas rumah kaca," kata Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Imam Ernawi dalam pertemuan dengan delegasi Swiss di Jakarta, Sabtu.



Ia mengemukakan bahwa pembahasan tersebut juga untuk memperluas inisiatif program bangunan hijau untuk kota-kota di seluruh Indonesia.

Upaya yang dilakukan, ujar dia, bertujuan mengurangi emisi karbon dan konsumsi sekaligus melakukan penghematan biaya.

Sebagaimana diketahui, kajian Dewan Nasional Indonesia tentang perubahan iklim menyebutkan bahwa sektor bangunan di Indonesia menyumbang 27 persen dari total penggunaan energi.

"Penggunaan ini diperkirakan akan meningkat hingga 40 persen pada tahun 2030 sehingga penting bagi Pemerintah untuk mendorong transisi ke bangunan hijau," kata Dirjen Cipta Karya.

Sementara itu, Duta Besar Swiss untuk RI Heinz Walker mengatakan bahwa pihaknya sangat menghargai komitmen sangat menghargai komitmen Kementerian Pekerjaan Umum RI untuk mempromosikan dan mengembangkan solusi bangunan berkelanjutan untuk membuka jalan menuju ekonomi hijau.

Sebelumnya, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum juga telah bekerja sama dengan Swedia membahas pembangunan kota hijau dengan prinsip berkelanjutan sebagaimana telah dilakukan di Swedia untuk dapat diterapkan di Indonesia.

"Kerja sama dengan Swedia memberikan pengetahuan tentang pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan dan lebih efisien," kata Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak di Jakarta, Jumat (25/10).

Untuk itu, Badan Pembinaan Konstruksi telah mengirimkan sekitar 10 persen sumber daya manusia guna mengikuti pelatihan konstruksi teknologi berkelanjutan dan studi pengembangan kapasitas di Swedia.

Selain itu, Direktorat Jenderal Bina Marga dan Direktorat Jenderal Cipta Karya juga telah melaksanakan pembangunan infrastruktur dengan konsep ramah lingkungan.

Penerapan hal tersebut dilakukan, antara lain untuk konstruksi jalan dengan memakai material lokal dan daur ulang serta pembangunan bangunan hijau.

Sementara Direktur Jenderal Penataan Ruang Basoeki Hadimoeljono mengemukakan bahwa kerja sama RI-Swedia dalam program pelatihan manajemen masyarakat perkotaan diwujudkan dalam pelaksanaannya di sejumlah kota seperti di Palu (Sulawesi Tengah) dan Probolinggo (Jawa Timur).
(M040/D007)

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/402274/indonesia-swiss-kerja-sama-program-bangunan-hijau

Saturday, October 26, 2013

Kebijakan Emisi Karbon Picu Inovasi

Jakarta (ANTARA News) - Setiap aktivitas yang dilakukan dapat memicu timbulnya jejak karbon.

Jejak karbon adalah  jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok dalam melakukan kegiatannya dalam periode tertentu.

Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dalam laporan "Arah Growth Green Indonesia" (2010) menulis estimasi emisi gas rumah kaca di Indonesia tahun 2005 mencapai 2,1 Giga ton (Gt).



Farhan Helmy, Sekretaris Kelompok Kerja Mitigasi  (DNPI) menjelaskan salah satu pemicu timbulnya emisi karbon adalah penggunaan lahan di Indonesia.

"Contoh konversi lahan mengakibatkan yang tadinya fungsi hutan menyerap (karbon dioksida), sekarang  daya serap menjadi berkurang," katanya pada acara "24 Hours of Reality: The Cost of Carbon" di @amerca, Pacific Place, Rabu malam.

Dari jumlah yang dihasilkan sekarang, menurut Farhan, bila tidak ada usaha untuk mengurangi emisi karbon, jumlahnya akan bertambah menjadi 2,9 Gt pada 2020.

Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi karbon sebanyak 26 persen pada tahun 2020, kurang lebih sebanyak 0,67 Gt.

Konsekuensi dari komitmen itu adalah semua kebijakan pemerintah seharusnya diarahkan ke pengurangan itu.

"Di dalam konteks perubahan iklim ada dua cara, dekarbonisasi yaitu mengurangi emisi karbon dan dematerialisasi," katanya.

Dematerialisasi misalnya dapat berupa pengurangan bahan atau mempersingkat proses produksi sehingga jejak karbon yang dihasilkan semakin pendek.

Proses mengurangi emisi karbon itu pun dapat memicu timbulnya inovasi dalam bidang industri.

Ia memberi contoh terhadap pecucian sepetong celana jeans yang membutuhkan 200 liter air sekali cuci.

Kebijakan untuk mengurangi emisi karbon dapat menimbulkan inovasi material yang tidak membutuhkan air sebanyak itu untuk mencuci, misalnya.

"Ada peluang baru untuk produksi barang atau jasa sehingga rendah emisi tapi kita bisa pakai jeans tanpa khawatir," katanya memberi contoh.

Ia memberi contoh lainnya, dengan meningkatnya suhu dan naiknya tarif dasar listrik, muncul inovasi green-bulding yang dapat menurunkan konsumsi pemakaian listrik, seperti penggunaan pendingin ruangan dengan sensor yang dapat menyesuaikan suhu sesuai dengan keberadaan orang dalam ruangan itu.

Pembangunan gedung dengan banyak kaca pun akan membantu mengurangi penggunaan lampu saat jam kerja.

Mengurangi emisi karbon pun dapat dilakukan secara sederhana dan dimulai dari diri sendiri. Ia memberi contoh satu hal yaitu berjalan kaki dan penghematan kertas.

Ketua Harian DNPI, Rachmat Witoelar menambahkan selalu membuang sampah pada tempatnya dan menggunakan gelas untuk berkumur ketika menyikat gigi juga merupakan hal sederhana yang dapat mengurangi emisi karbon.

"Kalau satu juta orang lakukan, penghematannya banyak," katanya.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/401875/kebijakan-emisi-karbon-picu-inovasi

Monday, October 21, 2013

10 negara ikuti pertemuan kehutanan di Bali

Denpasar (ANTARA News) - Sebanyak sepuluh negara mengikuti pertemuan bertema "Megaflorestais the Architectur of Forest Governance in the 21 st Century" untuk membahas masalah kondisi hutan di masing-masing daerah yang diselanggarakan di Nusa Dua, Bali.

"Pertemuan ini diselenggarakan setiap tahun secara bergilir. Tahun 2012 digelar di Meksiko dan tahun ini Indonesia sebagai tuan rumah," kata Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan, Bambang Soepijanto, di Nusa Bali, Senin.



Ia mengatakan kesepuluh negara tersebut antara lain China, Brasil, Peru, Meksiko, Amerika Serikat, Kongo, dan Indonesia sebagai penyelenggaraan kegiatan tahun ini.

"Masing-masing negara mempunyai permasalahan dalam melestarikan hutan lindung, hal itu dipicu kebutuhan konsumen akan kayu yang setiap tahunnya meningkat. Jadi kalau tidak ditangani dan diawasi secara ketat maka hutan pun akan terus berkurang karena pembalakan liar," ujar Bambang Soepijanto yang didampingi Kepala Dinas Kehutanan Bali, IGN Wiranata.

Bambang Soepijanto lebih lanjut mengatakan penanganan hutan lindung di Indonesia sudah dilakukan secara maksimal, termasuk juga dalam perlindungannya ditetapkan dalam undang-undang.

"Indonesia sudah berupaya menangani pelestarian hutan lindung. Bahkan kita membuat hutan buatan, seperti hutan perkotaan. Tujuannya adalah pelesatarian kayu dan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan," katanya.

"Saat ini sedikitnya ada delapan kabupaten dan provinsi yang telah memiliki perda terkait kehutanan. Walau demikian kita tidak pungkiri masih saja ada pembalakan liar di sejumlah daerah di Tanah Air," katanya.

Bambang Soepijanto lebih lanjut mengatakan mengenai pelestarian hutan adat yang saat dapat dijadikan contoh adalah di daerah Papua dan di Bali, yaitu di Desa Adat Tenganan Pangringsingan, Kabupaten Karangasem.

"Karena kuatnya adat dan kepercayaan, maka hutan adat itu sampai saat ini masih tetap lestari. Jangankan menebang pohon dalam hutan tersebut. Untuk memunggut buahnya saja harus sepengetahuan aparat adat setempat. Misalnya memunggut buah kemiri," katanya.

Bila semua masyarakat berpikir untuk melestarikan hutan, maka akan berdampak pada kehidupan dan lingkungan alam, sebab hutan yang rimbun akan dapat menghasilkan oksigen yang sehat dan mampu menyerap karbondioksida.

"Jika hutan lindung tersebut lestari maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, sebab keberadaan hutan mampu menyerap karbondioksida atau CO2," katanya.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/401347/10-negara-ikuti-pertemuan-kehutanan-di-bali

Tuesday, October 8, 2013

Indonesia kurangi risiko perubahan iklim dengan teknologi

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia terus meningkatkan upaya-upaya pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia, memahami betul dampak bencana terhadap aspek sosial dan ekonomi salah satunya yang ditimbulkan dari perubahan iklim," kata Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, Sugihartatmo, di Jakarta Rabu dalam pembukaan workshop "Reducing Vulnerability to Disasters and Climate Change Impacts in Asia for The Fisheries and Aquaculture Sectors".

Dia menjelaskan, kawasan Asia Pasifik tahun 2012 merupakan wilayah paling rawan bencana di dunia. Sementara itu terjadinya bencana dinilai dapat berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan bersangkutan.

Banyak kelompok rentan, seperti keluarga miskin, yang situasi kehidupannya menjadi semakin sulit jika terkena bencana.

Oleh karena itu, Negara-negara di ASEAN maupun di kawasan Asia Pasifik menyadari pentingnya memperkuat kerja sama dalam pengurangan risiko bencana dan peningkatan ketangguhan menghadapi bencana.

"Pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat merupakan tantangan yang cukup serius dalam era perubahan iklim dan tingginya frekuensi kejadian bencana. Masyarakat yang perekonomian dan mata pencahariannya bergantung pada faktor iklim/cuaca seperti petani, nelayan dan masyarakat pesisir menjadi semakin rentan," katanya.

Masyarakat, tambah dia, harus dikondisikan untuk lebih siap, tahan dan kuat terhadap ancaman yang diakibatkan oleh perubahan iklim.

"Untuk menghadapi perubahan iklim dan dampak-dampaknya, perlu segera mengintegrasikan dan mengarusutamakan aspek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kedalam program-program pembangunan nasional," katanya.

Sedangkan Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Dr Mustafa Imir, mengatakan bahwa tujuan dari lokakarya regional ini adalah untuk menetapkan dasar mutakhir berkaitan dengan integrasi perubahan iklim, manajemen risiko bencana dan perikanan dan budidaya di negara-negara ASEAN.

Selain itu, mengkoordinasikan kegiatan, memperkuat kemitraan dan mengidentifikasi kesenjangan dan daerah prioritas bagi dukungan penyelenggara dan mitra kerja lainnya.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/398479/indonesia-kurangi-risiko-perubahan-iklim-dengan-teknologi

Monday, October 7, 2013

ASIA LEDS 2013 : Low Emission Development Can Deliver Better Quality of Life

Manila, Philippines, October 5, 2013 – Approximately 250 government officials, practitioners, and experts gathered at the second annual Asia Low Emission Development Strategies (LEDS) Forum in Manila, Philippines during October 1-4, 2013 to discuss and share best practices, tools, and ideas for achieving sustainable, climate-smart development in the largest and fastest growing region of the world. Participants came from 22 Asian and Pacific countries, and were joined by representatives from countries in Africa, North America, South America, and Europe.



Opening the event, Mr. Naderev SaƱo, Commissioner of the Philippines Climate Change Commission, recounted his morning commute on Manila’s mass transit rail system, noting that people want clean, efficient transport and other elements of a high quality of life, and that a low-emission development path can and must address these needs. In the keynote address, Secretary Mary Ann Lucille L. Sering, Commissioner and Vice Chairperson of the Climate Change Commission, described the acute vulnerability of the Philippines to climate change, and the actions the Philippines government are taking to grow economically in a way that increases climate-resilience and reduces the growth in greenhouse gas emissions.

Under the theme of “Putting LEDS into Practice”, sessions over the four days of the forum included panel discussions and break out groups where participants shared experiences, lessons, and viewpoints of how governments, international organizations, civil society groups, and the private sector are working at different levels and in different sectors to find solutions to the challenges of low-emission, green growth.

One highlight of the forum was a trade show-style session in which 16 different organizations and agencies set up displays to showcase a variety of LEDS tools and good practices, including a multimedia, three-dimensional model developed by the USAID Philippines and the Philippines Climate Change Commission entitled “LEDS @ Work”. (see photo above)

The Asia LEDS Partnership organized the forum, in cooperation with the Philippines Climate Change Commission and the USAID Philippines, Asian Development Bank (ADB), Australian Agency for International Development (AusAID), LEDS Global Partnership Secretariat, USAID Lowering Emissions in Asia’s Forest (LEAF) program, World Bank Institute, United Nations Development Programme (UNDP), Climate and Development Knowledge Network (CDKN), Vietnam Ministry of Planning and Investment, Center for Study of Science, Technology and Policy (CSTEP) of India, and Clean Air Asia.

Source :
http://forums.asialeds.org