Bogor (11 Mei 2012) – Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan payung hukum yang akan menjadi pedoman mekanisme semua kegiatan terkait penurunan emisi karbon hutan yang diharapkan akan mendukung serta mempermudah pelaksanaan proyek-proyek REDD+.
Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) nomor P.20/Menhut-II/2012 ini mengatur mengenai pelaksanaan kegiatan pengelolaan karbon hutan di wilayah hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi dan hutan rakyat.
“Diharapkan, keluarnya peraturan ini dapat menjadi angin segar guna membantu pelaksanaan pilot-pilot project REDD+,“ kata Yetti Rusli, Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim, Kementerian Kehutanan di Jakarta, baru-baru ini.
REDD+ adalah skema mitigasi perubahan iklim yang memberikan kompensasi bagi negara-negara berkembang untuk mempertahankan keberadaan hutan. Indonesia, yang telah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebanyak 26% dari tingkat business-as-usual pada tahun 2020, sedang mengembangkan regulasi untuk pelaksanaan mekanisme ini di tingkat nasional dan lokal sebagai bagian upaya pengurangan emisi gas rumah kaca.
Dalam Permenhut yang telah diundangkan 26 April lalu, aktivitas yang diatur antara lain peningkatan simpanan karbon (carbon stock), penyerapan karbon (sequestration), dan penjagaan keseimbangan jumlah karbon padat dalam hutan. Dalam bagian pertimbangan, disebutkan, tujuan utama penetapan hukum ini juga agar optimalisasi fungsi hutan lestari dalam upaya mitigasi perubahan iklim global dapat tercapai.
Bagi para pemrakarsa dan mitra pelaksana kegiatan REDD+, terbitnya Permenhut 20 ini memberikan jaminan kepastian hukum. Mereka diberikan ijin untuk melakukan aktivitas penyelenggaraan termasuk hak menjual karbon hutan bersertifikat di wilayah kerjanya masing-masing.
Dalam Permenhut 20, disebutkan bahwa kegiatan karbon hutan dapat berupa penyimpanan dan penyerapan karbon. Kegiatan yang termasuk dalam kategori itu, antara lain pembibitan, penanaman, pemeliharaan hutan dan lahan, serta pemanenan hutan dengan prinsip pengelolaan hutan lestari. Perpanjangan siklus tebangan pada penanaman, pengayaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, serta perlindungan dan pengamanan pada areal izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu juga menjadi bagian pelaksanaan kegiatan karbon hutan.
Karbon hutan yang diperdagangkan adalah selisih antara potensi karbon hutan pada tahun tertentu dengan potensi awal karbon hutan (baseline), serta upaya memelihara dan mengamankan stok karbon hutan. Sementara untuk memenuhi target komitmen penurunan emisi Indonesia, Permenhut 20 mensyaratkan pembeli karbon hutan yang berasal dari negara lain memperoleh nilai penurunan emisi karbon maksimal sebesar 49 %. Tata cara perdagangan akan diatur pada Peraturan Menteri tersendiri.
Sebelum diterbitkan, Permenhut 20 telah melalui proses konsultasi publik sebagai bentuk inisiatif promosi dan sosialisasi Kementerian Kehutanan dengan para pihak terkait. “Rancangan Permenhut sudah kami paparkan terlebih dahulu dengan lembaga donor, mitra kegiatan pilot project, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga penelitian kehutanan,” kata Suhaeri, Kepala Bagian Kelembagaan Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal, Kementerian Kehutanan, dikutip dari situs Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung.
Masukan publik yang diterima membantu pihak Kementerian Kehutanan mengakomodasi dinamika aktivitas karbon hutan yang belum ada di peraturan-peraturan sebelumnya. Mengutip dari situs yang sama dijelaskan, salah satu latar belakang pembuatan peraturan adalah juga untuk meluruskan perbedaan aturan (gap policy) yang termuat dalam Permenhut No 14/ 2004, Permenhut No 68/2008, Permenhut No 30/2009, dan Permenhut No 36/2009. ***
Sumber :
http://www.redd-indonesia.org/index.php?option=com_content&view=article&id=444:pengelolaan-karbon-hutan-indonesia-miliki-payung-hukum&catid=1:fokus-redd&Itemid=50
0 comments:
Post a Comment
Silakan memberikan komentar :) terimakasih sudah berkunjung ke forestforlife.web.id