Pages

Hutan Kunci Bagi Sasaran Pembangunan

Hutan dunia memainkan perang penting dalam peralihan ke ekonomi hijau, tapi pemerintah perlu berbuat lebih banyak guna menjamin hutan tersebut dikelola secara berkelanjutan

Pelet Kayu, Bahan Bakar Alternatif Rendah Emisi

Penggunaan wood pellet (pelet kayu) sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk industri besar, kecil, dan rumah tangga menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah dan gas.

COP19 Warsawa : Indonesia Paparkan Inisiatif Hijau Dalam Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung

"Green Initiatives on Protected Forest, Production Forest and National Parks" COP-19/CMP-9 UNFCCC, Warsawa, Polandia (15/11/2013).

Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks

ITTO co-hosted a discussion forum on “Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks” at Forest Day 6, convened during UNFCCC COP18 in Doha, Qatar.

Tuesday, December 31, 2013

Documents - 2013

2013 - Booklet COP19/CMP9 tahun 2013 TERSUKSES untuk REDD+: Citius, Altius, Fortius
Penulis : Nurmasripatin, Yetti Rusli dan Kirsfianti Ginoga
http://www.mediafire.com/view/cig1td2wcl475r7/COP19_tahun_2013_Tersukses_untuk_REDD.pdf

2013 - Perubahan Iklim, Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Pohon dan Hutan: Peluang atau Bencana?
http://goo.gl/N8ndkt

2013 - 300 years of sustainable forestry
http://www.mediafire.com/download/orqzt3gx4n6o5s5/300+years+of+sustainable+forestry.pdf

2013 - Forests in the next 300 years
http://www.mediafire.com/download/h4v6m644ai7zsl9/Forests+in+the+next+300+years.pdf

2013 - Indonesia Forest Gender Mainstreaming: Scaling up Best Practices (Presented at the 25th Asia-Pacific Forestry Commission - APFC, 4-8 November 2013: “Regional Workshop on Gender Mainstreaming in National Forest Policies, Rotorua, New Zealand)
http://www.mediafire.com/view/ajks7kckasjji6n/Indonesia_Forest__Gender_Mainstreaming_Scaling_up_Best_Practices.pdf

2013 - Sustainable Community Forests for Wood Pellet Biomass Energy in Bangkalan Madura,
Indonesia
http://www.mediafire.com/view/uzbiwok28ayoavz/YETTI_Wood_Pellet_Biomass_Energy_Madura_15_Nov_2013_Warsawa.pdf

2013 - Wood Mass Energy : Metamorfic of Fuel Wood/Kayu Bakar
http://www.mediafire.com/?bepupj157cb72xa

2013 - The Green Economy We Need
http://www.mediafire.com/download/ry6l3qoas3yjafn/The_Green_Economy_We_Need.pdf

2013 - Presentasi KH Irham Wood Pellet Membangun Masyarakat Seutuhnya
http://www.mediafire.com/download/syux0x0uf9r4rrd/Presentasi_KH_Irham_Wood_Pellet_Membangun_Masyarakat_Seutuhnya_.pdf

2013 - Payment for Ecosystem Services (PES) for Communities
http://www.mediafire.com/?gtxy1j1vroltp1q

2013 - Indonesia Forest Land Use System - Scaling up Best Practices for Future Green Living Planet (ASIA LEDS 2013 Manila)
http://www.mediafire.com/download/40lefg24fay0355/Indonesia_Forest_Land_Use_System_-_Scaling_up_Best_Practices_for_Future_Green_Living_Planet.pdf

2013 - Implementing Best Practices of Sustainable Forestry for Scaling up Efforts of Climate Change Mitigation and Adaptation
http://www.mediafire.com/?2d13lwc99814cg8

2013 - Biomass Pellets : Towards a new era of renewable energy
http://www.mediafire.com/download/sshodrl8hjwi095/Biomass_Pellets_Towards_a_new_era_of_renewable_energy.doc

2013 - 4th Indonesia Business Link : Forestry Indonesia Linking the Future Green Business
http://www.mediafire.com/download/b95i5b2timvmdkz/Forestry_Indonesia_Linking_the_Future_Green_Business_2013.zip

Friday, December 13, 2013

DNPI : Berikan pemahaman perubahan iklim sejak dini

Pemahaman tentang perubahan iklim perlu diberikan sejak dini kepada anak-anak agar mereka memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan.

Sekarang, menurut Sekretaris Kelompok Kerja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Ari Mochammad, ada kalanya masyarakat menjawab tidak tahu ketika ditanya seputar perubahan iklim.



"Misalnya ketika ditanya 'apakah Anda sadar udara yang Anda hirup mengandung zat tertentu? Jawabannya 'tidak'. Pertanyaan terlalu teknis," kata Ari Mochammad dalam acara diskusi mengenai Kota dan Perubahan Iklim yang diadakan oleh Mercy Corps, siang ini.

Padahal, lanjutnya, bahasa tubuh masyarakat mengatakan bahwa individu telah merasakan dampak perubahan iklim. "Pakai masker, itu menunjukkan mereka tahu (perubahan iklim)."

Pemahaman mengenai isu perubahan iklim menurutnya bisa diberikan sejak dini, melalui taman kanak-kanak misalnya. Tantangannya, bagaimana pengajar memberikan pemahaman dengan bahasa yang dapat dimengerti sesuai dengan usia pelajar.

"Penggunaan bahasa yang rumit dikhawatirkan menimbulkan kesalahan dalam definisi, memberi kesimpulan sehingga pendekatan yang dilakukan pun salah," lanjutnya.

Isu perubahan iklim tidak melulu menjadi ranah sains. Ari berpendapat, pelajaran mengenai moral hingga agama pun dapat disisipi isu perubahan iklim.

"Misalnya di agama, dalam konteks kita mengimplementasikan ajaran, tidak merusak alam," katanya.

Indonesia sebagai negara kepulauan tropis dengan jumlah penduduk yang tinggi berpotensi mengalami dampak perubahan iklim.

Indonesia sudah merasakan dampak perubahan iklim seperti kekeringan panjang, banjir, fluktuasi temperatur ekstrem, penurunan produktivitas pertanian, penyakit berbasis vektor, cuaca dan iklim ekstrim, dan degradasi lahan.

Menurut Ratri Sutarto, Manajer Program Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN), mengatasi dampak perubahan iklim merupakan isu strategis yang membutuhkan pendekatan komprehensif dan berkelanjutan.

Dengan adanya pemahaman yang lebih baik mengenai penyebab kerentanan serta risiko iklim lokal, para pemangku kepentingan kota akan dapat merumuskan strategi yang lebih baik.

Editor: Suryanto

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/408876/berikan-pemahaman-perubahan-iklim-sejak-dini

Tuesday, December 10, 2013

Indonesia pertahankan penurunan emisi 26% di Warsawa

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia mempertahankan komitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen saat menghadiri KOnferensi PBB untuk Perubahan Iklim ke-19 (COP19 UNFCCC) di Warsawa, Polandia, bulan November lalu.

Pemerintah Jepang secara resmi mengumumkan perubahan komitmen penurunan emisi 25 persen dari emisi tahun 1990, menjadi 3,8 persen dari emisi tahun 2005. Australia menghapus beberapa kebijakan perubahan iklim mereka seperti Climate Change Authority, Clean Energy Finance Company, dan DOmestic Carbon Pricing Scheme.



"Sebagai warga dunia yang bertanggung jawab, kita harus menurunkan emisi," kata Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar saat mengadakan jumpa pers paparan hasil perundingan COP 19 di kantor DNPI, Selesa.

DNPI dalam laporan "Arah Growth Green Indonesia" (2010) menulis estimasi emisi gas rumah kaca di Indonesia tahun 2005 mencapai 2,1 Giga ton (Gt).Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi karbon sebanyak 26 persen pada tahun 2020, kurang lebih sebanyak 0,67 Gt.
 
Apalagi, Rachmat melanjutkan, 78 persen dari komitmen 26 persen berada di Kementerian Kehutanan, yang mengalami kemajuan dalam mengurangi deforestasi.

"Saya yakin bisa melewati 26 persen without assistance," tambahnya.

Selain itu, Indonesia melalui Kementerian Perhubungan mendapatkan bantuan pendanaan internasional untuk sistem trasnportasi massal yang ramah lingkungan (Sustainable urban Transport Initiative-Nationally Appropriate Mitigation Action/SUTRI NAMA). Indonesia akan mendapat bantuan dana dari Inggris dan Jerman di bawah NAMAs Facility.

Selain Indonesia, proposal dari Chili, Kosta Rika, dan Kolombia,juga turut didanai. Indonesia dan Kolombia merupakan negara pertama yang mendapat dukungan dari dunia internasional untuk kegiatan transportasi.

Menurut Kuki Soejachmoen, Sekretaris Kelompok Kerja Negosiasi Internasional DNPI, bentuk transportasi massal itu kemungkinan adalah non-motor maupun pedestrian. Tiga kota yang nanti menjadi pilot proyek ini adalah Medan, Manado, dan Batam.

United Nations Climate Change Conference 19 diadakan di Warsawa, Polandia, pada 11-23 November 2013. Dalam pertemuan itu, rachmat menyoroti ada empat keputusan penting yang dihasilkan yaitu masalah pendanaan perubahan iklim dapat segera dimobilisasi dengan tingkat kepastian tinggi di negara maju untuk meningkatkan aksi pengendalian iklim di negara berkembang, tuntutan dari negara berkembang terutama mekanisme loss and damage perubahan iklim baik yang bersifat ekstrim maupun slow on set, serta keputusan REDD+ yang bersifat teknis, pendanaan yang mencakup monitoring dan pelaporan.

"Ini merupakan tahapan untuk COP21 tahun 2015 di Paris. Kalau di Warsawa nggak ada rekomendasi, nothing happens," katanya.

Negara-negara pihak UNFCCC menyepakati pada COP21 nanti di Paris, Prancis, akan diadopsi suatu protokol, instrumen legal atau keputusan yang memiliki kekuatan hukum mengikat (legally binding) dan melibatkan semua negara pihak (applicable to all parties) sebagai basis kerangka kerja global baru untuk penanganan masalah perubahan iklim pasca tahun 2020. Draft kesepakatan pasca 2020 itu akan dirumuskan pada COP20 di Lima, Peru, tahun 2014.(*)

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/408894/indonesia-pertahankan-penurunan-emisi-26-di-warsawa

Sunday, December 1, 2013

Konferensi PBB setujui prinsip utama pakta iklim baru

Warsawa (ANTARA News) - Konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Warsawa, Polandia, pada Sabtu (23/11) menyetujui beberapa prinsip utama dalam pakta iklim global baru yang akan disepakati tahun 2015 dan mulai diterapkan setelah tahun 2020.

Saat perundingan sepanjang dua pekan mendekati perpanjangan waktu ke-18 jam, peserta pertemuan sepakat seluruh negara harus mempersiapkan "penetapan sumbangan nasional" untuk membantu mengurangi emisi karbon.

Kesepakatan itu dianggap sebagai langkah kunci bagi semua negara untuk mencapai target ambisius pakta iklim global tahun 2015 dan menandai keinginan mereka untuk mencegah kemacetan perundingan iklim, demikian seperti dilansir kantor berita Xinhua.

Rintangan lain yang mengancam menghambat pembicaraan iklim sebagian juga telah teratasi saat ribuan perunding dari sekitar 200 negara mengadopsi keputusan tentang bantuan terkait perubahan iklim.

Pembicaraan itu menyeru negara-negara maju untuk menggerakkan dukungan pembiayaan dari jalur pemerintah dengan "meningkatkan kenaikan" dari 100 miliar dolar AS yang dibayar per tahun selama 2010 sampai 2012.

Menurut kesepakatan sebelumnya, negara-negara maju harus menyediakan 100 miliar dolar per tahun ke negara-negara miskin setelah tahun 2020 untuk membantu negara-negara berkembang menghadapi dampak perubahan iklim.

Namun janji itu sebagian besar tidak terpenuhi dan negara-negara maju menolak menetapkan target pembiayaan untuk periode 2013 sampai 2019.

Hingga akhir pertemuan para perunding masih beradu pendapat tentang pembuatan mekanisme yang dirancang untuk membantu negara-negara rentan menghadapi dampak kerusakan akibat pemanasan global.

Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Christiana Figueres mengatakan hasil pertemuan yang utamanya membahas pembiayaan iklim, jalan penanganan perubahan iklim tahun 2014-2015, serta dampak perubahan iklim itu sudah melebihi ekspektasi sebelumnya.

"Tak mungkin bisa menyelesaikan pembicaraan iklim dalam satu pertemuan, satu konferensi dan satu negosiasi. Sangat penting bahwa setiap hal yang dilakukan dalam satu tahun ini adalah langkah jelas ke arah yang tepat ke depan," katanya dalam keterangan pers pada akhir pertemuan yang ditampilkan di laman resmi UNFCCC.

sumber :
http://www.antaranews.com/berita/406416/konferensi-pbb-setujui-prinsip-utama-pakta-iklim-baru

Thursday, November 28, 2013

Indonesia Optimis Capai Target Penurunan Emisi Tahun 2020 Lebih Cepat

 Di tengah makin tingginya tingkat ancaman kelestarian lingkungan dan kebutuhan akan tetap tumbuhnya perekonomian demi kesejahteraan, penerapan ekonomi hijau atau green economy yang diprakarsai oleh Kementerian Kehutanan memang menjadi sebuah jawaban.

Komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi GRK nasional sebesar 26% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan dunia internasional pada tahun 2020 tidaklah main-main. Terbukti dengan penerbitan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Selain itu dicanangkan pula target penurunan emisi GRK sebesar 0,767 Giga ton Co2-e.



Pemerintah kemudian melimpahkan sebagian besar target penurunan ini ke sektor Kehutanan dan Lahan Gambut, yaitu sebesar 0,672 Giga ton CO2-equivalen atau sebesar 87,60% dari target nasional. Kementerian Kehutanan memotori berbagai program untuk mencapai target penurunan emisi GRK 2020, diantaranya dengan memulai Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon Per Tahun (One Billion Indonesia’s Trees/OBIT) dan pengurangan deforestasi.

Program ini menjadi tumpuan karena pohon memang mesin alam atau jantung bumi yang mampu mengubah Karbondioksida (CO2) yang diserap dari udara menjadi Oksigen (O2) yang dilepas ke udara melalui proses fotosintesis. Agar kedua fungsi hutan ini berjalan optimal, Kementerian Kehutanan menggulirkan berbagai kebijakan seperti moratorium penerbitan izin baru konversi hutan alam primer dan lahan gambut, konservasi hutan, penegakan hukum dan pengendalian kebakaran hutan, pembalakan liar, penggunaan dan pelepasan kawasan hutan non prosedural dan penyelesaian konflik tenurial lahan hutan. Sementara upaya lain juga kerap dilakukan dengan meningkatkan daya serap karbon melalui rehabilitasi hutan dan penanaman pohon.

Tahukah Anda bahwa tak hanya berdampak aktif terhadap penyelamatan bumi, gerakan penanaman pohon ini juga mampu menopang pertumbuhan ekonomi atau yang lebih dikenal dengan istilah green economy? Simak saja kisah Ahmad yang sebelumnya berprofesi sebagai penghulu di Kampung Cugah, Lampung, mengaku bahwa pohon sengon yang ditanamnya sejak tujuh tahun yang lalu kini memiliki nilai jual yang tinggi, “Setiap meter kubik harganya sekitar Rp600.000-Rp700.000 di tempat. Padahal, saya tidak perlu melakukan perawatan. Jadi, harga tersebut jelas tinggi sekali,” jelasnya.

Berbagai kebijakan dan program tersebut berhasil menurunkan laju deforestasi cukup drastis yang pada periode tahun 1990-2000 mencapai angka tertinggi 3,51 juta hektar/tahun. Hingga kini, laju deforestasi yang tercatat berkurang menjadi 450 ribu hektar/tahun. Tidak hanya mampu menurunkan emisi dari sumbernya langsung, yaitu melalui pengurangan deforestasi, namun Kementerian Kehutanan juga mampu untuk menyerap Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai Emission Sink atau Sequestration.



Mengacu pada data di periode 2000-2006, laju deforestasi sebesar 1,125 juta ha/tahun, sedangkan penurunan deforestasi hanya sebesar 0,675 juta ha/tahun. Jika asumsi potensi volume 1 ha adalah 197m3 setara dengan 725 ton CO2e, maka penurunan emisi yang terjadi akibat penurunan laju deforestasi tersebut adalah sebesar 0,489 Giga ton CO2e = 489 juta ton CO2e. Dengan kata lain hasil ini mencapai 63,8% dari target RAN-GRK Nasional (767 juta ton CO2e atau penurunan 26% pada 2020) yang telah ditetapkan dalam PERPRES No. 61 Tahun 2011.


Hasil membanggakan ini semakin diperkuat dengan Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon Per Tahun (One Billion Indonesia’s Trees/OBIT) yang menambah jumlah penurunan emisi. Total hasil penanaman pohon hingga Oktober 2013 sebanyak 5,54 Milyar pohon. Jumlah tersebut menyerap karbon sebanyak 44 juta ton CO2e yaitu 5,8 % dari target 767 juta ton CO2e (26% tahun 2020).

Dengan demikian jumlah penurunan emisi karbon dari hasil upaya penurunan deforestasi dan penanaman pohon mencapai angka 533 juta ton CO2e yaitu 69,4% dari target 2020.

Pencapaian ini membuat Indonesia semakin optimis memenuhi komitmen penurunan emisi lebih cepat dari target waktu yang ditetapkan. Mari kita terus mendukung program Kementerian Kehutanan demi kelangsungan kita bersama.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi situs http://www.dephut.go.id . (adv)

Wednesday, November 27, 2013

Konferensi iklim sepakati pengurangan buangan gas rumah kaca

Warsawa (ANTARA News) - Wakil pemerintah yang menghadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB di Warsawa, Jumat (22/11), menyepakati serangkaian keputusan mengenai cara mengurangi buangan gas rumah kaca akibat penggundulan dan degradasi hutan.



Kesepakatan mengenai apa yang disebut gagasan REDD+ tersebut didukung oleh janji 280 juta dolar AS dalam pendanaan dari Amerika Serikat, Norwegia dan Inggris, demikian isi pernyataan yang disiarkan oleh Konferensi itu.

"Saya bangga dengan prestasi nyata ini. Kita semua sadar tentang peran sentral yang dimainkan hutan sebagai penyerap karbon, penstabil iklim dan surga keragaman hayati," kata Presiden Konferensi itu Marcin Korolec.

Korolec memuji kesepakatan tersebut sebagai "sumbangan yang sangat besar bagi pelestarian hutan dan penggunaan berkesinambungan yang akan bermanfaat buat rakyat yang tinggal di dalam dan sekitarnya dan umat manusia serta planet ini secara keseluruhan", demikian laporan Xinhua.

Keputusan itu yang disahkan tersebut menyediakan bimbingan untuk menjamin persatuan lingkungan hidup dan memuluskan jalan ke arah penerapan penuh kegiatan REDD+ di lapangan, kata pernyataan itu.

Paket tersebut juga menyediakan dasar bagi transparansi dan integritas tindakan REDD+, memperjelas jalan bagi pendanaan kegiatan terkait dan cara meningkatkan koordinasi dukungan, tambahnya.

Kesepakatan itu diumumkan saat pembicaraan iklim selama dua pekan, yang bertujuan mempersiapkan kesepakatan iklim global yang dijadwalkan disepakati pada 2015, memasuki saat-saat akhir.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/406311/konferensi-iklim-sepakati-pengurangan-buangan-gas-rumah-kaca

Thursday, November 21, 2013

COP19 Warsawa : Indonesia Paparkan Inisiatif Hijau Dalam Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung

indonesiacop19.com - Warsawa, Polandia - Delegasi Indonesia menyelenggarakan sesi seminar bertema "Green Initiatives on Protected Forest, Production Forest and National Parks", yang diselenggarakan di booth Pavilion Indonesia pada area konferensi perubahan iklim COP-19/CMP-9 UNFCCC di Stadion Narodowy, Warsawa, Polandia pada Jumat (15/11/2013).


Staf Ahli Menteri Kehutanan bidang lingkungan dan perubahan iklim, Yetti Rusli usai seminar tersebut mengatakan Seminar menghadirkan narasumber dari Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan dan stakeholder terkait seperti Artha Graha Peduli membahas tentang inisiatif hijau pada kawasan hutan konservasi dan hutan lindung, termasuk usaha konservasi kawasan dan spesies.

Dalam seminar tersebut dijelaskan mengenai contoh inisiasi hijau pada Kawasan konservasi Taman Nasional Tambling, Lampung dengan fauna konservasi antara lain Harimau Sumatra. disana konsentrasi fauna harimau sumatara, dikaitkan ekosistem yang dipelihara, sehingga juga memelihara karbon stok.

Juga dijelaskan mengenai hutan produksi dengan pengelolaan berkelanjutan dari kawasan gambut sehingga bisa menjaga karbon stok pada kawasan hutan di Giam Siak Kecil, Riau, Indonesia.

Sedangkan dari Kementerian Kehutanan menjelaskan mengenai contoh pelibatan masyarakat dalam proyek konservasi dan mitigasi perubahan iklim yaitu di Bangkalan Madura, dimana masyarakat diajak untuk menanam pohon Kaliandra Merah, untuk diolah menjadi pelet kayu bakar. (NR Fajar)

Friday, November 1, 2013

Legislator : kebijakan adaptasi perubahan iklim masih rendah

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR Satya Widya Yudha mengatakan kebijakan adaptasi terhadap perubahan iklim masih sangat rendah.

"Kebijakan adaptasi perubahan iklim masih sangat rendah. Ini perlu menjadi perhatian serius," ujar Satya di Jakarta, Selasa.



Dia berpendapat hingga saat ini anggaran yang dialokasikan untuk adaptasi masih rendah.

"Buktinya, dari 13 miliar dolar AS dana yang dialokasikan untuk lingkungan hidup. Tidak ada yang dialokasikan untuk adaptasi," tambah dia.

Selain itu juga, tambah dia, aturan yang dibuat oleh DPR juga kurang menyentuh masyarakat di lapisan bawah.

"Kadang masyarakat pada lapisan bawah tidak paham dengan kebijakan yang dibuat," lanjut dia.

Satya menambahkan perlu adanya identifikasi masalah dan melibatkan masyarakat lapisan bawah sehingga UU yang dibuat benar-benar menyentuh mereka.

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/402617/legislator--kebijakan-adaptasi-perubahan-iklim-masih-rendah

Tuesday, October 29, 2013

Indonesia-Swiss kerja sama program bangunan hijau

Jakarta (ANTARA News) - Republik Indonesia bekerja sama dengan Swiss dalam memperluas inisiatif program bangunan hijau ke berbagai kota di Indonesia guna mengatasi peningkatan dampak perubahan iklim dari emisi gas rumah kaca.

"Kunjungan rombongan Swiss untuk bertemu membahas untuk membantu Indonesia mengenai program bangunan hijau nasional dan menghentikan gas rumah kaca," kata Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Imam Ernawi dalam pertemuan dengan delegasi Swiss di Jakarta, Sabtu.



Ia mengemukakan bahwa pembahasan tersebut juga untuk memperluas inisiatif program bangunan hijau untuk kota-kota di seluruh Indonesia.

Upaya yang dilakukan, ujar dia, bertujuan mengurangi emisi karbon dan konsumsi sekaligus melakukan penghematan biaya.

Sebagaimana diketahui, kajian Dewan Nasional Indonesia tentang perubahan iklim menyebutkan bahwa sektor bangunan di Indonesia menyumbang 27 persen dari total penggunaan energi.

"Penggunaan ini diperkirakan akan meningkat hingga 40 persen pada tahun 2030 sehingga penting bagi Pemerintah untuk mendorong transisi ke bangunan hijau," kata Dirjen Cipta Karya.

Sementara itu, Duta Besar Swiss untuk RI Heinz Walker mengatakan bahwa pihaknya sangat menghargai komitmen sangat menghargai komitmen Kementerian Pekerjaan Umum RI untuk mempromosikan dan mengembangkan solusi bangunan berkelanjutan untuk membuka jalan menuju ekonomi hijau.

Sebelumnya, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum juga telah bekerja sama dengan Swedia membahas pembangunan kota hijau dengan prinsip berkelanjutan sebagaimana telah dilakukan di Swedia untuk dapat diterapkan di Indonesia.

"Kerja sama dengan Swedia memberikan pengetahuan tentang pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan dan lebih efisien," kata Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak di Jakarta, Jumat (25/10).

Untuk itu, Badan Pembinaan Konstruksi telah mengirimkan sekitar 10 persen sumber daya manusia guna mengikuti pelatihan konstruksi teknologi berkelanjutan dan studi pengembangan kapasitas di Swedia.

Selain itu, Direktorat Jenderal Bina Marga dan Direktorat Jenderal Cipta Karya juga telah melaksanakan pembangunan infrastruktur dengan konsep ramah lingkungan.

Penerapan hal tersebut dilakukan, antara lain untuk konstruksi jalan dengan memakai material lokal dan daur ulang serta pembangunan bangunan hijau.

Sementara Direktur Jenderal Penataan Ruang Basoeki Hadimoeljono mengemukakan bahwa kerja sama RI-Swedia dalam program pelatihan manajemen masyarakat perkotaan diwujudkan dalam pelaksanaannya di sejumlah kota seperti di Palu (Sulawesi Tengah) dan Probolinggo (Jawa Timur).
(M040/D007)

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/402274/indonesia-swiss-kerja-sama-program-bangunan-hijau

Saturday, October 26, 2013

Kebijakan Emisi Karbon Picu Inovasi

Jakarta (ANTARA News) - Setiap aktivitas yang dilakukan dapat memicu timbulnya jejak karbon.

Jejak karbon adalah  jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok dalam melakukan kegiatannya dalam periode tertentu.

Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dalam laporan "Arah Growth Green Indonesia" (2010) menulis estimasi emisi gas rumah kaca di Indonesia tahun 2005 mencapai 2,1 Giga ton (Gt).



Farhan Helmy, Sekretaris Kelompok Kerja Mitigasi  (DNPI) menjelaskan salah satu pemicu timbulnya emisi karbon adalah penggunaan lahan di Indonesia.

"Contoh konversi lahan mengakibatkan yang tadinya fungsi hutan menyerap (karbon dioksida), sekarang  daya serap menjadi berkurang," katanya pada acara "24 Hours of Reality: The Cost of Carbon" di @amerca, Pacific Place, Rabu malam.

Dari jumlah yang dihasilkan sekarang, menurut Farhan, bila tidak ada usaha untuk mengurangi emisi karbon, jumlahnya akan bertambah menjadi 2,9 Gt pada 2020.

Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi karbon sebanyak 26 persen pada tahun 2020, kurang lebih sebanyak 0,67 Gt.

Konsekuensi dari komitmen itu adalah semua kebijakan pemerintah seharusnya diarahkan ke pengurangan itu.

"Di dalam konteks perubahan iklim ada dua cara, dekarbonisasi yaitu mengurangi emisi karbon dan dematerialisasi," katanya.

Dematerialisasi misalnya dapat berupa pengurangan bahan atau mempersingkat proses produksi sehingga jejak karbon yang dihasilkan semakin pendek.

Proses mengurangi emisi karbon itu pun dapat memicu timbulnya inovasi dalam bidang industri.

Ia memberi contoh terhadap pecucian sepetong celana jeans yang membutuhkan 200 liter air sekali cuci.

Kebijakan untuk mengurangi emisi karbon dapat menimbulkan inovasi material yang tidak membutuhkan air sebanyak itu untuk mencuci, misalnya.

"Ada peluang baru untuk produksi barang atau jasa sehingga rendah emisi tapi kita bisa pakai jeans tanpa khawatir," katanya memberi contoh.

Ia memberi contoh lainnya, dengan meningkatnya suhu dan naiknya tarif dasar listrik, muncul inovasi green-bulding yang dapat menurunkan konsumsi pemakaian listrik, seperti penggunaan pendingin ruangan dengan sensor yang dapat menyesuaikan suhu sesuai dengan keberadaan orang dalam ruangan itu.

Pembangunan gedung dengan banyak kaca pun akan membantu mengurangi penggunaan lampu saat jam kerja.

Mengurangi emisi karbon pun dapat dilakukan secara sederhana dan dimulai dari diri sendiri. Ia memberi contoh satu hal yaitu berjalan kaki dan penghematan kertas.

Ketua Harian DNPI, Rachmat Witoelar menambahkan selalu membuang sampah pada tempatnya dan menggunakan gelas untuk berkumur ketika menyikat gigi juga merupakan hal sederhana yang dapat mengurangi emisi karbon.

"Kalau satu juta orang lakukan, penghematannya banyak," katanya.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/401875/kebijakan-emisi-karbon-picu-inovasi

Monday, October 21, 2013

10 negara ikuti pertemuan kehutanan di Bali

Denpasar (ANTARA News) - Sebanyak sepuluh negara mengikuti pertemuan bertema "Megaflorestais the Architectur of Forest Governance in the 21 st Century" untuk membahas masalah kondisi hutan di masing-masing daerah yang diselanggarakan di Nusa Dua, Bali.

"Pertemuan ini diselenggarakan setiap tahun secara bergilir. Tahun 2012 digelar di Meksiko dan tahun ini Indonesia sebagai tuan rumah," kata Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan, Bambang Soepijanto, di Nusa Bali, Senin.



Ia mengatakan kesepuluh negara tersebut antara lain China, Brasil, Peru, Meksiko, Amerika Serikat, Kongo, dan Indonesia sebagai penyelenggaraan kegiatan tahun ini.

"Masing-masing negara mempunyai permasalahan dalam melestarikan hutan lindung, hal itu dipicu kebutuhan konsumen akan kayu yang setiap tahunnya meningkat. Jadi kalau tidak ditangani dan diawasi secara ketat maka hutan pun akan terus berkurang karena pembalakan liar," ujar Bambang Soepijanto yang didampingi Kepala Dinas Kehutanan Bali, IGN Wiranata.

Bambang Soepijanto lebih lanjut mengatakan penanganan hutan lindung di Indonesia sudah dilakukan secara maksimal, termasuk juga dalam perlindungannya ditetapkan dalam undang-undang.

"Indonesia sudah berupaya menangani pelestarian hutan lindung. Bahkan kita membuat hutan buatan, seperti hutan perkotaan. Tujuannya adalah pelesatarian kayu dan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan," katanya.

"Saat ini sedikitnya ada delapan kabupaten dan provinsi yang telah memiliki perda terkait kehutanan. Walau demikian kita tidak pungkiri masih saja ada pembalakan liar di sejumlah daerah di Tanah Air," katanya.

Bambang Soepijanto lebih lanjut mengatakan mengenai pelestarian hutan adat yang saat dapat dijadikan contoh adalah di daerah Papua dan di Bali, yaitu di Desa Adat Tenganan Pangringsingan, Kabupaten Karangasem.

"Karena kuatnya adat dan kepercayaan, maka hutan adat itu sampai saat ini masih tetap lestari. Jangankan menebang pohon dalam hutan tersebut. Untuk memunggut buahnya saja harus sepengetahuan aparat adat setempat. Misalnya memunggut buah kemiri," katanya.

Bila semua masyarakat berpikir untuk melestarikan hutan, maka akan berdampak pada kehidupan dan lingkungan alam, sebab hutan yang rimbun akan dapat menghasilkan oksigen yang sehat dan mampu menyerap karbondioksida.

"Jika hutan lindung tersebut lestari maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, sebab keberadaan hutan mampu menyerap karbondioksida atau CO2," katanya.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/401347/10-negara-ikuti-pertemuan-kehutanan-di-bali

Tuesday, October 8, 2013

Indonesia kurangi risiko perubahan iklim dengan teknologi

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia terus meningkatkan upaya-upaya pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia, memahami betul dampak bencana terhadap aspek sosial dan ekonomi salah satunya yang ditimbulkan dari perubahan iklim," kata Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, Sugihartatmo, di Jakarta Rabu dalam pembukaan workshop "Reducing Vulnerability to Disasters and Climate Change Impacts in Asia for The Fisheries and Aquaculture Sectors".

Dia menjelaskan, kawasan Asia Pasifik tahun 2012 merupakan wilayah paling rawan bencana di dunia. Sementara itu terjadinya bencana dinilai dapat berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan bersangkutan.

Banyak kelompok rentan, seperti keluarga miskin, yang situasi kehidupannya menjadi semakin sulit jika terkena bencana.

Oleh karena itu, Negara-negara di ASEAN maupun di kawasan Asia Pasifik menyadari pentingnya memperkuat kerja sama dalam pengurangan risiko bencana dan peningkatan ketangguhan menghadapi bencana.

"Pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat merupakan tantangan yang cukup serius dalam era perubahan iklim dan tingginya frekuensi kejadian bencana. Masyarakat yang perekonomian dan mata pencahariannya bergantung pada faktor iklim/cuaca seperti petani, nelayan dan masyarakat pesisir menjadi semakin rentan," katanya.

Masyarakat, tambah dia, harus dikondisikan untuk lebih siap, tahan dan kuat terhadap ancaman yang diakibatkan oleh perubahan iklim.

"Untuk menghadapi perubahan iklim dan dampak-dampaknya, perlu segera mengintegrasikan dan mengarusutamakan aspek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kedalam program-program pembangunan nasional," katanya.

Sedangkan Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Dr Mustafa Imir, mengatakan bahwa tujuan dari lokakarya regional ini adalah untuk menetapkan dasar mutakhir berkaitan dengan integrasi perubahan iklim, manajemen risiko bencana dan perikanan dan budidaya di negara-negara ASEAN.

Selain itu, mengkoordinasikan kegiatan, memperkuat kemitraan dan mengidentifikasi kesenjangan dan daerah prioritas bagi dukungan penyelenggara dan mitra kerja lainnya.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/398479/indonesia-kurangi-risiko-perubahan-iklim-dengan-teknologi

Monday, October 7, 2013

ASIA LEDS 2013 : Low Emission Development Can Deliver Better Quality of Life

Manila, Philippines, October 5, 2013 – Approximately 250 government officials, practitioners, and experts gathered at the second annual Asia Low Emission Development Strategies (LEDS) Forum in Manila, Philippines during October 1-4, 2013 to discuss and share best practices, tools, and ideas for achieving sustainable, climate-smart development in the largest and fastest growing region of the world. Participants came from 22 Asian and Pacific countries, and were joined by representatives from countries in Africa, North America, South America, and Europe.



Opening the event, Mr. Naderev Saño, Commissioner of the Philippines Climate Change Commission, recounted his morning commute on Manila’s mass transit rail system, noting that people want clean, efficient transport and other elements of a high quality of life, and that a low-emission development path can and must address these needs. In the keynote address, Secretary Mary Ann Lucille L. Sering, Commissioner and Vice Chairperson of the Climate Change Commission, described the acute vulnerability of the Philippines to climate change, and the actions the Philippines government are taking to grow economically in a way that increases climate-resilience and reduces the growth in greenhouse gas emissions.

Under the theme of “Putting LEDS into Practice”, sessions over the four days of the forum included panel discussions and break out groups where participants shared experiences, lessons, and viewpoints of how governments, international organizations, civil society groups, and the private sector are working at different levels and in different sectors to find solutions to the challenges of low-emission, green growth.

One highlight of the forum was a trade show-style session in which 16 different organizations and agencies set up displays to showcase a variety of LEDS tools and good practices, including a multimedia, three-dimensional model developed by the USAID Philippines and the Philippines Climate Change Commission entitled “LEDS @ Work”. (see photo above)

The Asia LEDS Partnership organized the forum, in cooperation with the Philippines Climate Change Commission and the USAID Philippines, Asian Development Bank (ADB), Australian Agency for International Development (AusAID), LEDS Global Partnership Secretariat, USAID Lowering Emissions in Asia’s Forest (LEAF) program, World Bank Institute, United Nations Development Programme (UNDP), Climate and Development Knowledge Network (CDKN), Vietnam Ministry of Planning and Investment, Center for Study of Science, Technology and Policy (CSTEP) of India, and Clean Air Asia.

Source :
http://forums.asialeds.org

Wednesday, September 25, 2013

Wood Pellets : Tumpuan Energi Masa Depan

Dr. Ir. Yetti Rusli
Staf Ahli IV Bidang Lingkungan Kementerian Kehutanan RI
Siapa tak kenal tarian Gangnam-Style? Tarian menyerupai naik kuda yang dipopulerkan oleh Psy itu mewabah ke seluruh dunia. Sejatinya, tidak hanya demam Gangnam yang sedang melanda Korea Selatan. Negeri Ginseng-julukan Korea Selatan-itu pun sedang keranjingan wood pellets alias pelet kayu.

Hal ini mengemuka dalam seminar Biomass Pellets: Towards a new era of renewable energy yang dihelat oleh Kedutaan Besar Korea Selatan pada 5 September 2013. Dalam acara tersebut Duta Besar Korea Selatan di Indonesia Kim Young-Sun menyatakan bahwa Pemerintah Korea Selatan memandang wood pellets sebagai salah satu incaran dalam meningkatkan investasi bidang produk biomassa dari hasil produksi kehutanan di Indonesia. Bukan tanpa musabab Korea Selatan tertarik dalam mengembangkan investasi di bidang wood pellets. “Sejak 2008 Pemerintah Korea Selatan telah menerapkan kebijakan energi terbarukan,”tutur Young-Sun.  Walhasil pemanfaatan wood pellets selain memberi nilai tambah terhadap perbaikan lingkungan, menurut Young-Sun memberikan keuntungan ekonomis.


Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc dalam Biomass Pellets : Towards a new era of renewable energy
Gran Melia Hotel, 5 September 2013
Duta Besar Korea Selatan
Kim Young-Sun
Senada dengan hal tersebut, Prof Prof Gyu-Seong Han dari Korea Association of Pellet menyoroti mengenai pertumbuhan konsumsi wood pellets di Korea Selatan yang terus melambung. Pada 2012 konsumsi wood pellets mencapai 174.000 ton. “Jumlah itu diperkirakan meningkat pada 2013 menjadi 500.000-630.000 ton ,” tutur Han. Seiring kebutuhan yang terus meningkat, Han menuturkan peluang impor dari negara lain pun terbuka lebar. Pada 2009, Korea Selatan mengimpor 12.043 ton. Jumlah itu meningkat menjadi 20.893 ton pada 2010 dan 29.678 ton pada 2011. “Pada 2012 mencapai 122.447 ton,” ungkap Han.

Prof Gyu-Seong Han


Sementara itu Dr. Yetti Rusli selaku Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan RI menekanankan mengenai pentingnya pemanfaatan energi terbarukan dalam mengatasi dampak ekologis perubahan cuaca. “Pemanfaatan wood pellets bisa menjadi salah satu solusi mengatasi  timbunan CO2 yang dihasilkan oleh pembakaran fosil,” tutur Yetty. Selain itu Yetty pun menekanan mengenai potensi hutan rakyat dalam mensuplai kebutuhan bahan baku biomassa untuk kepentingan energi terbarukan.

Acara tersebut tidak hanya dihadiri oleh perusahaan Korea Selatan yang sudah bergerak dalam usaha pemanfaatan biomasa di Indonesia namun juga perwakilan investor. Demam wood pellets membuatnya digadang-gadang menjadi bahan bakar masa depan.

Berikut wawancara Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc dengan salah satu stasiun TV Swasta :


Sumber :
http://greenmadura.or.id/2013/09/wood-pellets-tumpuan-energi-masa-depan/

Tuesday, September 17, 2013

PDRB Hijau Menghitung Kerusakan Lingkungan

Kamis, 24/07/2008 ~ BANDUNG, (PRLM).- Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di sektor kehutanan atau sektor lingkungan lainnya harusnya sudah menggunakan PDRB hijau. PDRB hijau adalah menghitung pendapatan tidak hanya dari produk fisik, seperti kayu atau hasil hutan nonkayu, namun juga kerusakan lingkungan bila suatu produk tersebut tidak ada.

Tuesday, September 3, 2013

Perusahaan Korsel kembangkan Wood Pellet di Indonesia

Sindonews.com – Sejumlah perusahaan Korea Selatan (Korsel) mencoba mengembangkan Wood Pellet di Indonesia dalam upaya mendapatkan sumber energi biomassa. Sebagaimana diketahui, 'Negeri Ginseng' itu telah memberlakukan kebijakan RPS (renewable portfolio standard), di mana perusahaan-perusahaan pembangkit tenaga listrik besar wajib menggunakan energi terbarukan.


Perusahaan konsorsium yang mencakup Depian Co Ltd, SK Forest Co Ltd, Halla Engineering & Construction Co Ltd, Korea Trade Insurance Corporation (K-Sure), Industrial Bank of Korea (IBK), serta Moody Korea (KIS) dan salah satu perusahaan pembangkit listrik di Korea Selatan, berencana menginvestasikan USD17juta untuk memproduksi Wood Pellet dan penanaman tanaman energi di Pelaihari, Kalimantan Selatan. Mereka akan memasok Wood Pellet ke Korea Selatan.

Melalui PT SL Agro Industry dan PT Inhutani III (KSO), konsorsium mulai membangun fasilitas pada tahun ini, yang diharapkan dapat beroperasi serta menghasilkan Wood Pellet pada 2014. Kapasitas pabrik mencapai 100.000 ton per tahun dan akan diperluas hingga 200.000 ton per tahun.

Untuk kemajuan proyek tersebut, PT SL Agro Industry dan PT Inhutani III menyelenggarakan dialog bisnis di gedung Manggala, pada 23 Agustus 2013. Para peserta dialog bisnis ini antara lain Yetti Rusli (Kementerian Kehutanan), PT Inhutani III, PT Inhutani I, II, IV, V, Perum Perhutani, Kedutaan Besar Korea Selatan dan Mitra Korea (K-Sure, IBK, Halla Engineering & Construction dan Depian).

"Proyek ini mencakup pembangunan fasilitas untuk memproduksi Wood Pellet dan penanaman kayu sekitar 2.000 hingga 5.000 hektar HTI. Saat ini PT Inhutani III sedang mempersiapkannya dan akan memasok bahan baku untuk memproduksi wood pellet," kata Direktur Utama PT Inhutani III, Bambang Widyantoro.

Kim Joonho, (Project Finance Coordination Department Generation & Desalination Director, K-Sure), K-Sure merupakan perusahaan top ke-4 di dunia dalam bidang asuransi perdagangan dan lembaga pemerintah, mengatakan, "IBK akan memberikan pinjaman sebesar USD12 juta dan K-Sure akan sepenuhnya sebagai penjamin."

Kepala Deputy General Manager, Kepala Bidang Prasarana Tim Keuangan IBK, Kim Yi Kon menyebutkan,  "Indonesia merupakan salah satu negara sumber potensial untuk kebutuhan Wood Pellet di Korea Selatan. Selain memberikan pinjaman untuk proyek di Kalimantan Selatan, IBK juga bersedia untuk memfasilitasi pinjaman untuk perusahaan lain di bidang yang sama."

Kepala Proyek Departemen Keuangan 2 Moody Korea (KIS), Ro Ik Ho menuturkan, "KIS merupakan afiliasi dari Moody, yang merupakan salah satu lembaga pemeringkat kredit terkemuka di  dunia, dan KIS akan menerapkan studi kelayakan proyek untuk memberikan keaslian dan meningkatkan kepercayaan publik."

Konselor Kehutanan, Pertanian, Perikanan dan Perubahan Iklim, Kedutaan Besar Korea Selatan, Lee Mira mengatakan, kerja sama konsorsium ini bisa berfungsi sebagai pilot project untuk perusahaan Korea Selatan lainnya yang mencari mitra dalam mengembangkan energi alternatif di Indonesia.

"Konsorsium akan menjadi model yang baik untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia. Namun, sulit bagi mereka untuk menemukan pasangan yang tepat untuk memulai sebuah proyek di Indonesia. Karena itu, Depian Co, Ltd dan PT SL Agro Industry memilih untuk berkolaborasi dengan PT Inhutani III sebagai perusahaan yang dikelola negara,” ujarnya.

Sumber :

Kearifan lokal perlu diterapkan untuk menjaga hutan

Palu (ANTARA News) - Pejabat Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, Susilowati, mengatakan kearifan lokal perlu diberdayakan untuk menjaga kelestarian hutan agar manfaatnya bisa terus dirasakan masyarakat.

"Memang Tuhan menciptakan hutan untuk manusia tapi pemanfaatannya harus bijak," kata Susilowati saat peluncuran pemantauan REDD+ di Palu, Sabtu.



Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah ini mencontohkan di sebuah daerah di Thailand terdapat sebuah kelompok adat yang mengelola hutan dengan bijaksana.

Suku di daerah Chiang Mai itu memiliki populasi sekitar 105 orang dan selama 200 tahun tidak mengalami pertumbuhan penduduk secara signifikan.

"Mereka mengelola hutan dengan baik dengan kearifan lokal yang dimiliki," katanya.

Dia menuturkan, tali pusat setiap anak yang baru lahir dililitkan di sebuah pohon kecil, dan setelah anak itu berusia lima tahun akan diberitahu oleh orangtuanya, "Ini pohonmu, kau harus menjaganya sampai besar."

Setiap pohon di suku pedalaman itu diberi nama sesuai anak yang baru lahir.

"Ini luar biasa, dan harus dicontoh," kata Susilowati.

Berbeda dengan warga yang tinggal di kawasan hutan Dongi-Dongi, Kabupaten Sigi.

Awalnya penduduk di Dongi-Dongi yang berada di kawasan hutan berjumlah sekitar 100 orang, dan kini sudah bertambah menjadi 1.000-an orang. Mereka merambah hutan untuk keperluan hidup, seperti bercocok tanam, dan perumahan.

"Kalau ini dibiarkan maka hutan di sekelilingnya akan habis," katanya.

Saat ini luas hutan di Sulawesi Tengah mencapai 4,1 juta hektare yang tersebar di 10 kabupaten dan satu kota. Dari luas tersebut, terdapat 288,5 ribu hektare lahan kritis, dan satu juta hektare hutan berpotensi kritis.

"Butuh puluhan tahun untuk merehabilitasi hutan berpotensi kritis itu," ujar Susilowati.

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/393278/kearifan-lokal-perlu-diterapkan-untuk-menjaga-hutan

Saturday, August 31, 2013

Documents - 2011

2011 - visits the RUPES site in West Sumatera
http://www.mediafire.com/?a6465bdx7m54st2

2011 - Perubahan Iklim, Hutan & REDD+
http://www.mediafire.com/?ktl7w8ruxpun79q

2011 - Forest and Climate Change : Strategy & Modalities
http://www.mediafire.com/view/npt8s95o2zos9op/FOREST_AND_CLIMATE_CHANGE__STRATEGY_&_MODALITIES.pdf

2011 - Peran Media dalam Perhutanan Sosial dan REDD+
http://www.mediafire.com/view/?1giwrm0jo02sbk1

2011 - Pendanaan REDD+ : Pengantar Pemahaman
http://www.mediafire.com/view/?fw120chgegqh8jq

2011 - Newsletter COP17 Durban
http://www.mediafire.com/view/?bmm5wubsuorq5j2

2011 - Indonesia Technology Needs Assessment for Climate Change Mitigation 2011
http://www.mediafire.com/view/?t71dbmo3hmdv58g

2011 - Indonesia Forest & Climate Change (Now & Future)
http://www.mediafire.com/?ibk14b7czzuqeb4

2011 - Finding effective ways to implement REDD+ in Lombok
http://www.mediafire.com/?k4akm4iw50fobad

2011 - Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi - Kemenhut
http://www.mediafire.com/?og32wdwd1e46hdv

2011 - Companionship on Carbon in The Region
http://www.mediafire.com/view/?zei5if2y63j4qb0

2011 - 7th Policy Board meeting of the UN-REDD Programme
http://www.mediafire.com/view/?9a9dzpb8z81a428

Friday, August 30, 2013

Indonesia-Jepang jalin kerja sama perdagangan karbon

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat untuk melaksanakan kerja sama pengkreditan bersama (Joint Crediting Mechanism/JCM) dalam skema perdagangan karbon bilateral.

"JCM adalah kerjasama bilateral yang mengedepankan investasi berwawasan lingkungan untuk mendukung pembangunan rendah karbon," kata Deputi Bidang Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Affandi Lukman, dalam acara konferensi pers di Jakarta, Jumat.



Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, menurut dia, telah menandatangani dokumen kesepakatan kerja sama JCM itu di Jakarta pada 26 Agustus 2013.

Sementara Menteri Luar Negeri Jepang Fumio Kishida menandatangani dokumen tersebut pada 7 Agustus 2013 di Tokyo.

Menurut Rizal, Indonesia akan mendapatkan manfaat yang besar melalui kerjasama JCM tersebut, baik manfaat ekonomi maupun manfaat bagi lingkungan hidup.

"Melalui JCM kami mengharapkan perdagangan dan investasi antara Jepang dan Indonesia akan meningkat baik dari sisi volume maupun kualitas, termasuk untuk pemanfaatan teknologi yang lebih bersih dan hemat energi," ujarnya.

Dia mengatakan kerja sama perdagangan karbon bilateral itu merupakan wujud aksi dari kedua negara dalam merealisasikan komitmen penanganan perubahan iklim, khususnya melalui implementasi proyek-proyek rendah emisi karbon.

"Indonesia juga dapat mengklaim sebagian dari hasil pengurangan emisi di proyek-proyek JCM untuk pencapaian target pengurangan emisi," katanya.

Pemerintah Jepang, lanjut dia, juga diuntungkan karena sebagian hasil penurunan emisi gas rumah kaca dari proyek-proyek investasi di Indonesia dapat diklaim sebagai penurunan emisi negaranya.

Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yoshinori Katori mengatakan, Jepang berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sampai 25 persen pada 2020.

Target tersebut, menurut dia, akan dicapai melalui kegiatan pengurangan emisi di dalam negeri dan melalui proyek pengurangan emisi yang dibiayai oleh pemerintah dan sektor swasta Jepang di luar negeri, khususnya di negara-negara berkembang melalui JCM.

"Melalui perusahaan swasta yang memiliki pengalaman dalam implementasi teknologi pengurangan emisi, kami dapat memfasilitasi investasi dan kerjasama kepada Indonesia melalui proyek JCM," kata Yoshinori.

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/393091/indonesia-jepang-jalin-kerja-sama-perdagangan-karbon

Wednesday, August 28, 2013

Documents - 2012

2012 - Majalah Rimbawani :  Kehutanan, Bidang Karir Yang Selalu Menantang
http://goo.gl/FOMN4l

2012 - Sosialisasi Pedoman Penyusunan RAD-GRK Bidang/Sektor Kehutanan
http://www.mediafire.com/?n8log1d770jp39j

2012 - Potensi Penurunan Emisi GRK Bid.Kehutanan & Lahan Gambut
http://www.mediafire.com/view/?fjd5r0r7i6q5oc1

2012 - Possible Options for REDD+ Financing Mechanism: Indonesian perspective
http://www.mediafire.com/?47682ubyhuzkb

2012 - Lingking DA to National Registry
http://www.mediafire.com/view/?35k42eahk967ssi

2012 - Indonesia’s REDD+, An Update: Future Carbon Market (COP18 Doha)
http://www.mediafire.com/?t85xxmdg8ad8gsp

2012 - Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks
http://www.mediafire.com/view/?2o4kzx2ng2t9nt8

2012 - Climate Change & National Priority
http://www.mediafire.com/?47682ubyhuzkb

Tuesday, August 20, 2013

Documents - 2010

2010 - Surat Pengangkatan Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan & Perubahan Iklim
http://www.mediafire.com/view/k9kw5offffrchu7/Staf_Ahli_Menteri_Kehutanan_Bidang_Lingkungan.pdf
2010 - Prosiding Seminar Dampak Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Revisi RTRWP Terhadap Neraca Karbon Dalam Kawasan Hutan
http://www.mediafire.com/view/yj12sp16ozy5qge/DAMPAK_PERUBAHAN_PERUNTUKAN_DAN_FUNGSI_KAWASAN_HUTAN_DALAM_REVISI_RTRWP_TERHADAP_NERACA_KARBON_DALAM

2010 - SFM Financing Fact & Challenges
http://www.mediafire.com/view/?gxnp51939sesyom

2010 - Economic Incentive Policies for REDD+ in Indonesia: Findings from the OSIRIS Model
http://www.mediafire.com/view/?z83d0dyq6sw590x

Thursday, July 25, 2013

ICCTF Discussion : Indonesia’s commitment to achieve 26% reduction of green house gas emission

ICCTF has been holding monthly discussions since July 2013. The first discussion was held on July 25, 2013 with topic on the provincial spatial plan from mitigation perspective. The discussion aimed at reviewing the current issues related to provincial spatial plan in the light of Indonesia’s commitment to achieve 26% reduction of green house gas emission unilaterally and 41% with international assistance by 2020. As 75% of emission from forestry sector is contributed from deforestation and land conversion so it is important to review current situation of the provincial spatial plan according to the reduction emission plan at the national level. Held at Luwansa Hotel, the discussion is attended by ICCTF stakeholders from line ministries, academics, CSOs and the media with Yetti Rusli, the Senior Adviser to the Minister of Forestry on Environment & Climate Change as the main speaker.

Thursday, July 11, 2013

Temu Ramah Bersama Komisaris Utama PT Inhutani IV (Persero) : Dr. Ir. Yetti Rusli M.Sc


Pekanbaru- 11 Juli 2013, bertempat di Hotel Jatra Pekanbaru telah dilaksanakan temu ramah bersama Komisaris Utama PT Inhutani IV (Persero) Ibu Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc.

Sekaligus acara berbuka puasa bersama karyawan-karyawati PT Inhutani IV (Persero).

Tuesday, July 9, 2013

Forest for Future Generations – Public and Private Responsibility for Sustainability

Pada 11-12 Juni 2013 telah diadakan konferensi internasional mengenai "Forest for Future Generations – Public and Private Responsibility for Sustainability"" oleh Kementerian Federal untuk Ekonomi & Pembangunan Jerman di Berlin - Jerman. Konferensi ini mengangkat isu yang sangat penting yaitu bagaimana kita bisa berperan penting dalam menjaga hutan.

Hutan adalah faktor penting dari perubahan iklim global, karena hutan bisa mengonversi karbondioksida menjadi oksigen. Sehingga hutan menjadi sumber penghidupan (habitat) bagi banyak spesis hewan dan tumbuhan. Dan manusia pun sangat bergantung dengan keberadaan hutan.


Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk melindungi hutan dan mengakhiri segala bentuk usaha yang merusak dan menghancurkan hutan (seperti penebangan hutan secara liar). Dalam konferensi ini hadir deputi dari berbagai kementerian kehutanan dari Indonesia, Vietnam, dan Kamerun serta lebih dari 170 ahli dalam bidang politik, bisnis, dan akademisi dari seluruh dunia. Mereka bersama-sama membahas situasi dan masalah hutan di tingkat internasional.

Berikut adalah dokumentasi kegiatan salah satu perwakilan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc.
stronguardian's Forest for Future Generations Berlin 2013 album on Photobucket

Beliau juga berkesempatan diwawancari oleh salah satu radio di Jerman. Berikut adalah streaming radio-nya :
Sumber :
Conferences : Forests for Future Generations
http://www.bmz.de/de/presse/bildergalerien/index.html

Expert Worshop on Gender and REDD+

Local women’s and men’s specific roles, rights, responsibilities, as well as their specific use patterns and knowledge of forest resources, shape their experiences differently. This is true in case of their experiences with climate change as well, and therefore, climate change mitigation mechanisms such as, sustainable forest management and REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation and sustainable management of forests and enhancement of carbon stock) are only successful when all the forest users and managers, including women, are equally included in decision making process and their interests and needs are taken into account. Women are particularly more susceptible to the impacts of climate change. Declining water supplies, climate variability, climate induced natural disasters, pest outbreaks, changing precipitation patterns, and change in crop production, not only challenge the accomplishment of their day to day responsibilities, but also make them more vulnerable, as they lose their means of livelihoods.

Saturday, July 6, 2013

Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc

Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc 

Lahir : Bukit Tinggi, 21 November 1955

Pendidikan : 
  • Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, IPB pada tahun 1978
  • Master of Science dalam bidang Forest Economics di University of Alberta, Canada pada tahun 1991
  • PhD di University of Washington USA di tahun 1999 pada bidang Natural Resource Economies. dibawah bimbingan Prof. Gerard F. Schreuder
  • LEMHANAS KSA Angkatan 13 pada tahun 2005



Karir : 
  • PNS di Badan Diklat & Penyuluhan Pertanian Departemen Pertanian - 1979
  • Kasubag Pengumpulan dan Pengolahan Data pada Biro Perencanaa Setjen - 1983. 
  • PNS diperbantukan kepada Sekjen Dephut - 1989
  • Kasubag Statistik Kehutanan pada bagian Data dan Statistik Kehutanan Biro Perencanaan - 1991. 
  • Kasubag Sistem Informasi pada Biro Perencanaan Setjen Dephut - 1994
  • Kepala Bagian Data dan Informasi - Biro Perencanaan Setjen Dephut - 1994. 
  • Staf pada Biro Perencanaan (Karya Siswa) - 1995
  • Kabid Kajian Kebijaksanaan Hutbun pada pusat Rencana Pengembangan Hutbun Badan Planologi - 1999 
  • Kebid Penyusunan Rencana Strategis pada Pusat Rencana Hutbun Baplan - 2000. 
  • Pj. Kepala Pusat Pembentukan Wilayah Pengelolaan dan Perubahan Kawasan Hutan pada Badan Planologi Kehutanan - 2001. 
  • Kepala Pusat Rencana Kehutanan pada Badan Planologi Kehutanan - 2002
  • Staf Ahli menteri Kehutanan Bidang Pembangunan Kehutanan - 2002
  • Kepala Badan Planologi Kehutanan RI - 2005
  • Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan RI - 2009
  • Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim - 2010
  • Komisaris Utama PT Inhutani IV (Persero) - 12 Juni 2013 - Sekarang
  • Tenaga Ahli Bidang Pembangunan Kehutanan Hijau pada Sekretariat Jenderal Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan RI 2016 - Sekarang
  • NPF/Vice Chief Technical Advisor for Forclime (Forest and Climate Change Programme) Financial Modul/KfW, Indonesia-Germany 2017- Sekarang

poem of
“TREES FOR BETTER LIFE”

Heal the world by planting trees
Planting more means absorbing more CO2
Planting more means produce more green products
These are the anchor of forest for climate change solution.. 
HEAL THE WORLD BY PLANTING TREES..


 ==========================

REDAKSI MAJALAH RIMBAWANI No. 18 April 2012
MENAMPILKAN TOKOH WANITA KEHUTANAN 
DR Ir. Yetti Rusli MSc.
“Kehutanan, Bidang Karir Yang Selalu Menantang”

Pengakuan Ibu Yetti bahwa pertemuan dengan Ibu Suharyanto pada siang itu membawanya kembali mengingat makna dan perjalanan seorang perempuan di bidang kehutanan yang sudah digeluti selama lebih kurang 33 tahun sejak menerima NIP sebagai Capeg di tahun 1979.  Berikut sekelumit hasil wawancara kami.

Bagaimana perjalanan Ibu menjadi wanita Kehutanan dan bagaimana peran orang tua dan dukungan keluarga?     

Perantauan dimulai ketika lulus dari bangku Sekolah Menengah Atas dikampung halaman, SMA I Bukittinggi. Di pengawal tahun 1974 dengan menumpang kapal  laut

Dari Teluk Bayur menuju Tanjung Priok Jakarta untuk suatu harapan pendidikan yang lebih baik dan menantang.  Pemahaman tentang pendidikan dari orang tua, Ayah (almarhum) sebagai PNS di POS dan Ibu (almarhumah) sebagai Guru, memperkuat hati saya untuk menyeberangi lautan yang semua asing bagi seorang anak desa. Anak desa yang dibesarkan dalam lingkungan budaya adat dan agama yang kental dan kuat, hanya dengan modal niat yang ikhlas disertai doa kedua orang tua menelusuri perjalanan panjang yang akhirnya menjadi suatu kenyataan. Semoga mengalir menjadi amal bagi keduanya.

Kecintaan terhadap profesi di bidang kehutanan seperti tidak pernah tergoyah-kan.  Dimulai dari pemahaman perkemba-ngan pembangunan Indonesia pada awal tahun tujuh puluhan yang dapat dipastikan tidak bisa mengabaikan bidang kehutanan. Memang terbukti bahwa Kehutanan menjadi tumpuan awal pembangunan ekonomi Indonesia (setelah minyak bumi).

Hal inilah yang membawa saya terdorong untuk mendalami ilmu kehutanan dari sisi ekonomi dan perdagangan internasional dengan mengambil S2 di Canada dan melanjutkan S3 di Amerika.

Perjuangan mendapatkan pendidikan strata dua dan tiga, tidak terlepas dari restu, dukungan dan pengorbanan suami dan anak-anak.  Dengan keikhlasan mereka lah, karir ini bisa saya jalani.  Insya-allah perjuangan yang juga tidak mudah dapat membawa makna dan manfaat bagi kami sekeluarga maupun bagi profesi saya sebagai seorang rimbawati Indonesia. Semoga segala kekurangan sebagai seorang istri dan ibu mendapat pintu maaf.

Bagaimana pendapat Ibu tentang tantangan profesi Kehutanan saat ini?


Terutama sejak Kementerian Kehutanan berdiri sendiri di tahun 1983, telah membawa kebangkitan ekonomi Indnesia, membuka isolasi daerah, serta menjadi pemungkin pengembangan demokrasi pemerintahan di daerah.

Era perubahan iklim yang ditandai berbagai kesepakatan dunia sejak KTT Bumi di Rio tahun 1992, merupakan  tantangan kedua untuk keberhasilan kehutanan nasional bagi dunia melalui ekonomi hijau. Memang terkesan tidak mudah menjelaskan betapa murni (genuine) pembangunan kehutanan dalam menyelamatkan bumi.  Profesional kehutanan harus mampu meyakinkan bahwa dengan menanam sebanyak-banyaknya, memelihara hutan dan mengelola secara lestari, serta memanfaatkan hasil sebagai produk hijau (green products) adalah jawaban untuk perubahan iklim. Dengan demikian Indonesia seyogyanya mampu menampilkan ekonomi hijau (UNEP, Toward Green Eco-nomy, 2011) ditengah galaunya dunia  menghadapi perubahan iklim dan me-nyelamatkan perekonomian. Dengan bergandengan tangan dalam persahabatan adalah kata kunci baik di tingkat nasional maupun global.

Bagimana liku-liku perjalanan karir Ibu, dan apa peran kehutanan dalam pembangunan bangsa kedepan?

Mengawali karir di Badan Diklat & Penyuluhan Pertanian pada tahun 1979, kemudian berlanjut di bidang perencanaan umum kehutanan, perencanaan kawasan, Staf Ahli Menteri bidang Pembangunan Kehutanan, Kepala Badan Planologi Kehutanan, serta Staf Ahli bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim menghantarkan saya kepada keyakinan bahwa:

Hutan telah berperan menjadi kunci awal pembangunan ekonomi Indonesia,

Hutan akan terus menjadi tumpuan ekonomi hijau Indonesia (green eco-nomy)  kedepan yang mampu memberikan nilai kesejahteraan kepada masya-rakat, industri, dan sumber energi terbarukan (pro-poor, pro-growth, pro-environment).

Pada era perubahan iklim walau hutan Indonesia diombang ambingkan diantara berbagai pendapat, tapi sebagai profesional rimbawan harus mampu menjelaskan bahwa hutan adalah obat perubahan iklim. Dan profesi kehutanan adalah pahlawan bumi agar terhindar dari katastropi perubahan iklim.

Mencermati sejarah pembangunan kehutanan dari para senior rimbawan, memberikan keyakinan kepada saya bahwa Indonesia yang berada di wilayah tropis / khatulistiwa, harus menyadari bahwa hutan adalah  merupakan rahmat Allah SWT yang secara alami (by nature) jika dikelola secara lestari adalah untuk kemaslahatan  penduduk bumi.  Apapun yang dilakukan di bidang kehutanan, memelihara, menanam, memanfaatkan secara berkelanjutan dan menyediakan produk hijau adalah berperan menormalkan siklus karbon bumi (CO2 dan  perubahan iklim).

Apakah pembangunan kehutanan selama ini di artikan oleh beberapa pihak sebagai tindakan eksploitatif yang berlebihan, dan apakah dipahami atau tidak oleh generasi bangsa saat ini, kehutanan adalah kelompok sektor yang lebih awal mempunyai Undang-Undang (UU Pokok Kehutanan no 5 tahun 1967) yang menuntun pemerintah melaksanakan pembangunan secara bertanggungjawab. Sebagai contoh sektor yang pertama secara konsekuen melengkapi diri dengan sistem perpetaan, bahkan sebelum Nasional mempunyai  UU Tata Ruang tahun 1992. Dan sektor yang pertama di tahun 2006 mempunyai peta dasar seluruh Indonesia berbasis Citra Satelit.

Energi terbarukan berbasis biomasa belum menjadi topik bahasan kebijakan nasional, padahal konsep kayu energi (kayu bakar) sudah dikembangkan oleh kehutanan sejak lama. Potensi kedepan yang sangat besar untuk dikembangkan yaitu produk energi rendah CO2 berupa pellet kayu dan bahkan zero CO2 energi yaitu methanol dari kayu.

Contoh diatas menggambarkan bahwa semua aspek pembangunan kehutanan, mulai dari menananm, memelihara, memanfaatkan dan termasuk menghasilkan energi terbarukan dapat merupakan sumber ekonomi baru (green economy) bagi Indonesia.  Karena berada di daerah tropis dimana fotosintesa terjadi sepanjang tahun, maka Indonesia mampu menumbuhkan dengan jauh lebih cepat sebagai perannya dalam mewujudkan Global Green Economy secara signifikan.

Menurut Ibu bagaimana peran perempuan saat ini?

Keluarga besar wanita kehutanan yang terdiri dari Isteri karyawan, karyawati, dan mahasiwi kehutanan menjadi bagian penting untuk mensukseskan misi menuju hutan lestari untuk nusa dan bangsa melalui ekonomi hijau serta berperan dalam mnghadapi perubahan iklim global.

Keyakinan Kartini  tetap menjiwai semangat perempuan Indonesia untuk tampil mengambil peran dalam kehidupan keluarga, bangsa dan negara bahkan dunia..       Semoga….(Ny Suharyanto)

Sumber :
Majalah RIMBAWANI No. 18 April 2012 (ISSN 1412-8179)

Indonesia Kaya Energi Hijau

Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan A Iskandar mengatakan Indonesia memiliki potensi energi hijau sangat besar.

"Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Dari panas bumi yang kita miliki saja bisa menghasilkan 29.000 megawatt (MW), kemudian dari tenaga air 75.000 MW, kemudian dari tenaga surya, angin, sampah bisa mencapai 50.000 MW," katanya pada satu seminar di Jakarta, Rabu.

Saat ini, kata dia, energi hijau ini belum dimanfaatkan optimal, misalnya dari 29.000 MW potensi dari panas bumi yang baru digunakan sekitar 9.000 MW.

Indonesia, sambung Marzan, mesti beralih menggunakan energi hijau karena tidak bisa lagi tergantung kepada energi fosil atau minyak bumi. Jika Indonesia tidak beralih, maka impor akan terus meningkat sehingga mengancam ketahanan energi.

Namun Indonesia menghadapi masalah sulitnya mencari investor energi hijau.  "Salah satu cara untuk memikat investor adalah memberi insentif untuk energi terbarukan dan disinsentif untuk energi fosil. Ini banyak dilakukan negara-negara lainnya," demikian Marzan.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/383336/indonesia-kaya-energi-hijau

Sunday, June 30, 2013

Jaga hutan bakau Indonesia

Tanjung Benoa, Bali (ANTARA News) - 3,7 juta Hektare hutan bakau yang masih ada di seluruh Indonesia harus dijaga dan dipertahankan, mengingat banyak sekali peran pentingnya; yang paling nyata terlihat menahan dan mencegah abrasi pantai.

Tentang ini, Presiden Susilo Yudhoyono menyatakan, "Marilah kita rawat hutan kita atau bakau, tanah air kita luas , 130 juta Hektare, mangrove 3,7 juta Hektare, mari kita jaga dan rawat dan tanam dan pelihara supaya subur dan lingkungan kembali subur."

Dia bersama berbagai unsur masyarakat pesisir dan pelestari bakau serta sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II, menginisiasi gerakan penanaman pohon bakau di Telaga Waja, Benoa, Bali, Rabu.

Bicara praktik langsung dan keseharian menanam dan merawat bakau di pesisir, bukan pejabat-pejabat itu yang langsung turun tangan.

Sehingga pelibatan masyarakat umum, menjadi sangat penting. Masyarakat dari berbagai komunitas, di antaranya komunitas masyarakat Badung, Tanjung Benoa, Benoa Jimbaran, Tuban, dan Kedonganan, hadir pada gelaran konservasi lingkungan itu.

Kawasan Benoa adalah kawasan pesisir penting di Bali selatan, berbatasan dengan Nusa Dua di sisi selatan, Kota Denpasar dan kawasan Sanur, di sisi tengah dan utaranya. Pelabuhan terbesar Bali, Pelabuhan Benoa, ada di sana.

"Mari kita beri contoh dan menjadi contoh, semua saya ajak menanam mangrove," kata Yudhoyono.

Adalah Forum Mangrove Bali yang menggagas penanaman bakau, yang juga dihadiri Duta Mangrove Bali, Cristiano Ronaldo, itu.

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/382053/jaga-hutan-bakau-indonesia