Pages

Sunday, December 2, 2012

Dr. Yetti Rusli, M.Sc : Indonesia Harus Bangga Punya REDD+


Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-17 untuk Perubahan Iklim atau COP 17 dilaksanakan di Durban, Afrika Selatan, dari tanggal 28 November hingga 9 Desember 2011. Satu tujuan utama Konferensi ini adalah menetapkan kesepakatan baru untuk menangani perubahan iklim global karena periode Protokol Kyoto—yang sebelumnya merupakan kesepakatan beberapa negara untuk menangani perubahan iklim—akan berakhir pada 2012. Banyak pihak menilai COP 17 sukses membuat sejumlah pencapaian. Namun, tak sedikit pula yang menilai pencapaian itu belum cukup untuk mengatasi pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim.

Untuk mengetahui gambaran umum pelaksanaan COP 17, terutama terkait sektor kehutanan yang menjadi perhatian utama Indonesia, berikut petikan wawancara dengan Dr. Yetti Rusli, Staf Ahli bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim sekaligus Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (RI).

Apa hasil yang dicapai COP 17 di Durban, Afrika Selatan? Apakah sukses atau masih jauh dari
harapan?

Indonesia sebenarnya sudah mengukir kesuksesan sejak COP 13 di Bali pada tahun 2007. Kesuksesan
itu diraih dengan diakuinya empat pilar pembangunan kehutanan untuk menanggulangi perubahan iklim, yaitu menurunkan laju emisi dari kerusakan hutan, upaya konservasi, upaya menambah penyerapan karbon di hutan, dan pengelolaan hutan lestari.

Sebelum Bali, hanya pilar kehutanan pertama yang diakui. Nah, di Bali tiga pilar terakhir diakui, dan Indonesia yang paling berperan dalam hal itu, dengan turunnya langsung Presiden ke Konferensi. Setelah itu, keempat pilar tersebut disebut sebagai REDD+ dan didokumentasikan di dalam Kesepakatan Kopenhagen (Copenhagen Accord, Denmark, COP 15, 2009). Jadi, REDD+ adalah empat pilar pembangunan kehutanan.

Dengan keberhasilan di Bali, Indonesia kini tinggal mengawal negosiasi-negosiasi agar terus mengalami kemajuan. Sementara itu, kesiapan di tingkat nasional juga terus berjalan agar sesuai dengan arah pembangunan.

Lalu bagaimana kemajuan REDD+ di Durban?

Di Durban, banyak dibicarakan sisi pendanaan untuk REDD+. Bagi saya, itu juga merupakan kemajuan di sektor kehutanan. Kalau untuk sektor lain mungkin masih pelan, apalagi negara negara maju masih berdebat untuk menentukan target pengurangan emisi mereka. Tapi kita harus memahami, sebab ekonomi dunia masih dalam posisi sulit. Dalam kondisi seperti itu, mereka tak bisa memaksakan diri untuk menurunkan emisi. Itu akan sangat berpengaruh terhadap ekonomi.

Apa agenda Indonesia di Durban?

Di Durban, Kementerian Kehutanan RI masih terus mengawal berbagai negosiasi dan melihat banyak
kemajuan, misalnya dalam hal kerangka pengaman (safeguard) dan pendanaan. Akan tetapi, memang perkembangan masalah pendanaan masih dini. Sektor hutan adalah unggulan Indonesia.

Jadi Indonesia harus bangga punya REDD+. Bagi Indonesia, intinya hanya dua, menanam pohon sebanyakbanyaknya lalu memelihara hutan, kemudian mendatangkan investasi, dan menciptakan pasar untuk itu. Semua bisa melakukan itu, dari masyarakat hingga pengusaha. Yang penting nilai tambahnya dari kegiatan itu harus lebih tinggi.Kalau harga karbonnya lebih rendah daripada harga kayu, ya mending nggak usah dagang karbon. Tapi kalau (harga karbon--red) lebih tinggi, pengusaha kayu pun akan tertarik berbisnis karbon.

Apa yang membuat COP 17 berbeda dengan COP lain?

Bagi delegasi RI, yang berbeda kali ini adalah adanya acara tambahan (side event) dan Pavilion Indonesia. Di kedua forum itu Indonesia bisa menampilkan hal-hal yang sudah dilakukan oleh bangsa ini, pemerintah, masyarakat, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan pengusaha, terkait penurunan emisi gas rumah kaca.

Presentasi-presentasi itu tak hanya menyajikan pengalaman di lapangan, tapi juga data yang ditunjang oleh riset dan analisis akademik, termasuk yang dilaksanakan oleh masyarakat (community), sehingga menjadi bukti bahwa Indonesia memang mampu. Hal itu tentunya menarik bagi banyakpihak yang mengikuti presentasi presentasi tersebut. Bagi kehutanan Indonesia, Pavilion dan side event menjadi wadah pembuktian bahwa REDD+ di Indonesia betul-betul berada pada baris terdepan di dunia.

Sumber : Newsletter COP17 Durban 2011

0 comments:

Post a Comment

Silakan memberikan komentar :) terimakasih sudah berkunjung ke forestforlife.web.id