Pages

Hutan Kunci Bagi Sasaran Pembangunan

Hutan dunia memainkan perang penting dalam peralihan ke ekonomi hijau, tapi pemerintah perlu berbuat lebih banyak guna menjamin hutan tersebut dikelola secara berkelanjutan

Pelet Kayu, Bahan Bakar Alternatif Rendah Emisi

Penggunaan wood pellet (pelet kayu) sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk industri besar, kecil, dan rumah tangga menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah dan gas.

COP19 Warsawa : Indonesia Paparkan Inisiatif Hijau Dalam Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung

"Green Initiatives on Protected Forest, Production Forest and National Parks" COP-19/CMP-9 UNFCCC, Warsawa, Polandia (15/11/2013).

Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks

ITTO co-hosted a discussion forum on “Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks” at Forest Day 6, convened during UNFCCC COP18 in Doha, Qatar.

Tuesday, September 25, 2012

Documents - 2008

2008 - REDD ITTO : Tropical Forests and Climate Change
http://www.mediafire.com/download/gc1c53409469njl/redd+itto+tropical+forests+and+climate+change.pdf

2008 - Statistik Kehutanan Indonesia Th.2007
http://www.mediafire.com/?ylgbx5tds8pqql8

2008 - Kondisi Hutan Produksi Saat Ini (Lokakarya Penerapan Multisistem Silvikultur)
http://www.mediafire.com/?j3bofndidahac98

2008 - Indonesia and Japan reach agreement (new remote sensing)
http://www.mediafire.com/view/?2bjfbc8jg57f7h1

2008 - Climate Change and Forest
http://www.mediafire.com/?rbsxbmcarn5ece3

Sunday, September 23, 2012

25 Hektar Hutan di NTT Ludes Terbakar

Dugaan menguat, hutan Bangga Rangga itu dibakar perambah.

VIVAnews (23/9) - Hutan lindung Bangga Rangga di Manggara Timur Nusa Tengara Timur mengalami kebakaran hebat. Diduga kebakaran itu dilakukan secara disengaja. Ini keempat kalinya kebakaran terjadi. Akibatnya, 25 hektar areal hutan ludes terbakar.

"Pelaku pembakaran hutan diduga kuat dilakukan mereka yang selama ini mengincar kawasan ini untuk dijadikan peladangan liar. Mereka berasal dari sejumlah desa yang bermukim di sekitar Bangga Rangga," kata Kepala Badan Konservasi dan Sumberdaya Alam Wilayah Ruteng, Ora Yahanes, Minggu petang 23 September 2012.



Dugaan menguat, hutan Bangga Rangga yang terkenal rimba itu sedang "dikeroyok" para perambah dari berbagai Desa di Kecamatan Poco Ranaka. Selain rusak karena dibakar, hutan ini gundul akibat penebangan liar untuk dijadikan lahan perkebunan.

Dari 32.246 hektar hutan, sebanyak 3.500 hektar sudah dijadikan perkebunan liar. Jika ditambah dengan lokasi yang terbakar, maka luas areal yang rusak mencapai 3.525 hektar.

Meski sering melakukan Patroli hutan, petugas sulit mengidentifikasi para perambah. "Yang kami temukan hanya balok dan papan hasil penebangan liar. Pondok mereka kami bongkar dan tanaman perambah warga dicabut. Namun pemiliknya lolos," kata Ora.

Dalam waktu dekat akan dilakukan operasi besar-besaran di kawasan Hutan Lindung Bangga Rangga.

Kepala Desa di lokasi terdekat daerah Wejang Mali, Paulus Jemui, ini merupakan kebakaran yang keempat di bulan September ini. Yang terparah terjadi pada Sabtu kemarin,lokasi kebakaran sangat dekat dengan jalan raya.

"Kebakaran yang terjadi pada kilometer 26 kemarin adalah yang terbesar, kebakaran dari pagi hingga petang, sepanjang pinggir jalan raya," jelas Paulus.

Sumber :
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/353669-25-hektar-hutan-di-ntt-ludes-terbakar

Friday, September 14, 2012

Proyek REDD+ Merang hasilkan teknik pendugaan cadangan karbon lahan gambut

Pengukuran karbon menghasilkan data karbon
pada biomassa pohon. Foto oleh James Maiden/CIFOR

Bogor (14 September 2012) Kerjasama pemerintah Indonesia dan Jerman dalam Proyek Percontohan REDD Merang (MRPP) di Sumatera Selatan, menghasilkan kontribusi penting berupa panduan “Teknik Pendugaan Cadangan Karbon Lahan Gambut”.

Publikasi ini diterbitkan gratis untuk umum dalam bentuk cetak.  Perangkat lunak juga akan disediakan setelah penghitungan karbon hutan guna meningkatkan akurasi data selesai dimodifikasi. Termasuk integrasi format data Inventarisasi Menyeluruh Berkala (IHMB) dan NFI.

“Kami buat dengan sistim terbuka (open source), saling terkoneksi dengan sesama pengguna panduan ini,” kata Solichin Manuri, penulis dan peneliti utama yang sekarang bekerja pada GIZ-FORCLIME. Praktisi kehutanan, termasuk komunitas hutan yang tertarik akan proyek REDD+ juga dapat belajar sendiri menghitung potensi karbon wilayah mereka, tambahnya.

Diharapkan perangkat lunak tersebut dapat memfasilitasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk mengolah dan menganalis data-data hasil inventarisasi yang telah maupun yang akan dilakukan.

Selain itu, metode ini juga bersifat tumbuh kembang. Artinya pihak – pihak yang terlibat dalam proyek REDD+ diharapkan aktif memasukkan informasi sebanyak-banyaknya dengan memakai perangkat ini.

“Jadi makin banyak data masuk dan tersambung satu sama lain, makin kaya data yang bisa dibagikan dan digunakan bersama-sama,” kata Chandra Agung Septiadi, rekan peneliti Solichin.

Dalam publikasi ini, Agus Dwi Saputra rekan peneliti yang lain mengatakan, mereka juga membuat prosedur serta metode pengukuran cadangan inventarisasi karbon hutan. Termasuk  pengembangan persamaan alometrik biomassa pohon dan perhitungan dugaan cadangan karbon hutan.

Penyempurnaan Data

Menurut Solichin, publikasi ini menampilkan metode pengukuran karbon yang lebih  detil dibandingkan dengan publikasi di tahun 2009 berjudul Panduan Inventarisasi Karbon Hutan Rawa Gambut. Di publikasi terbaru ini dilengkapi dengan penjelasan teknik tentang akurasi penghitungan karbon, pengembangan persamaan alometrik hingga penghitungan total cadangan karbon di tingkat proyek.

“Tidak hanya terfokus pada teknik inventarisasi hutan, pembuatan sampling desain plot dan pengukuran parameter plot,“ katanya dan menerangkan koreksi data terbaru menyangkut 
penambahan luas lahan pengukuran sampai di wilayah pemanfaatan hutan oleh pemegang ijin usaha di Areal Kerja Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. “Supaya pengusaha kayu tertarik terlibat dalam upaya pengurangan emisi di areal produksi mereka,” ujarnya lagi.

Teknik Penelitian

Menurut Chandra, pengukuran karbon hutan mirip inventarisasi hutan. “Bedanya, pengukuran karbon lebih terperinci untuk menghasilkan data karbon pada biomasa pohon,“ katanya dan menerangkan penghitungan karbon dilakukan detil mulai dari kayu, pohon mati, serasah, tumbuhan di atas dan bawah pohon dan kandungan tanahnya.

Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji coba teknik melalui survei kedalaman gambut dan survei potensi karbon. “Kami menggunakan pendekatan Tier 3, yaitu pengukuran langsung di lokasi proyek.”

Tier adalah tingkat kerincian faktor emisi perubahan cadangan karbon. Tier 1 mengacu data global rujukan Panel Internasional Perubahan Iklim (IPCC) tidak memerlukan pengukuran di lapangan, dan Tier 2 menggunakan data-data yang diperoleh dari penelitian di tingkat nasional. “Kami ingin hasil data referensi level emisi (REL) yang lebih akurat dan kredibel,” tambah Chandra.

Penentuan REL adalah langkah pertama utama+, kata Louis Verchot, peneliti perubahan iklim dari CIFOR. “Selain berfungsi mengukur efektifitas pelaksanaan proyek REDD+, REL juga menghitung berapa besar uang yang harus dibayarkan dari kegiatan pengurangan emisi,” kata Louis.

Di dalam mekanisme insentif REDD+ pembayaran ditentukan beberapa hal. Seperti penilaian berdasarkan kinerja (pay based on performance), pemakaian standar perhitungan karbon yang absah, termasuk menentukan tingkat referensi emisi (REL).

Diadopsi menjadi salah satu contoh

Metodologi hasil Solichin dkk juga berhasil diadopsi menjadi salah satu model pengukuran dan pendugaan cadangan karbon hutan gambut oleh Kementerian Kehutanan. Keterangan ini berikan oleh Rolf Krezdorn, Direktur Program MRPP.

Ia menerangkan, metode penelitian yang dipakai Solichin dkk bersesuaian dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), terutama mengenai pengukuran karbon dan pengembangan alometrik.

Data IHMB dan national forest inventory (inventarisasi kehutanan nasional) milik Kemenhut tersebut, kami manfaatkan untuk peningkatan jumlah plot yang berkontribusi dengan tingkat akurasi pengukuran, penjelasan dari Agus. “Jadi tidak melenceng dan berada pada jalur yang sama dengan Kemenhut,” katanya lagi.

Lokasi uji coba dilakukan di areal seluas 24 ribu hektar di kawasan hutan Merang, salah satu kawasan hutan rawa gambut yang masih tersisa di Sumatera Selatan. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin memberikan ijin daerah ini dijadikan proyek percontohan berdasarkan kesepakatan teknis antara Kementerian Kehutanan dan Lembaga Kerjasama Internasional Jerman (GIZ) MRPP, 26 Juli 2010 lalu.

MRPP yang berakhir Desember 2011 lalu, adalah salah satu dari 44 program demonstration  activity atau proyek percontohan REDD+. Kerjasama bilateral dengan Jerman dalam MRPP ini terutama berkaitan dengan pengkajian metodologi dan teknologi dalam penerapan mekanisme REDD+.  (BK/CIFOR)*

Ditulis oleh: Budhy Kristanty 

Sumber : 
http://www.redd-indonesia.org

Wednesday, September 12, 2012

Menhut : Hutan bagus Indonesia tinggal 60 juta hektare

Foto udara lokasi penebangan di kawasan hutan Kalimantan Timur, Senin (16/7). Hasil riset Heart of Borneo (HoB) menyebutkan hutan alam seluas kurang lebih 22 juta hektar di wilayah Kalimantan dan sekitarnya terancam oleh alih fungsi ke pertambangan dan perkebunan sawit. 


Tuban, Jawa Timur (ANTARA News) - Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan mengatakan bahwa hutan bagus di Indonesia sampai saat ini hanya tinggal 60 juta hektare.

"Sampai sekarang tinggal 60 juta hektare hutan bagus di seluruh daratan di Tanah Air," ujarnya kepada wartawan usai melakukan penanaman pohon di lahan tambang milik Semen Gresik di Tuban, Rabu.

Sedangkan hutan yang mengalami masa kritis sampai saat ini luasnya sekitar 90 juta hektare yang termasuk area milik rakyat.

Kendati demikian, Zulkifli Hasan mengaku hutan di Indonesia sudah melampaui masa kritis dibandingkan sebelumnya.

Pihaknya mengimbau kepada semua masyarakat untuk tidak menebang pohon sembarangan dan melindungi hutan bagus di Indonesia.

"Kami sangat butuh peran serta petani dan masyarakat dalam melindungi hutan. Jika menemukan ada pembalakan atau penebangan liar, segera ditindaklanjuti," kata menteri yang juga politisi asal Partai Amanat Nasional tersebut.

Sebagai langkah menciptakan kembali hutan bagus, pihaknya tidak akan berhenti menyosialisasikan dan meminta masyarakat melaksanakan program pemerintah dalam hal penghijauan atau reboisasi.

Bahkan Zulkifli yakin jika mulai saat ini semua bekerja sama dan bahu-membahu melakukan penanaman pohon maka tidak lebih dari 30 tahun lagi hutan di Indonesia kembali hijau.

Sementara itu, Ketua Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan (KJPL) Indonesia Teguh Ardi Srianto mengaku prihatin dengan jumlah hutan bagus di Indonesia saat ini.

Menurut dia, penebangan pohon secara liar sebagai bagian dari penjualan kayu ilegal sangat mempengaruhi berkurangnya hutan di Indonesia.

"Selain penjualan kayu ilegal, pengalihfungsian hutan untuk kawasan tanaman produksi dan pemukiman juga berpengaruh. Sehingga itulah yang menyebabkan kritisnya hutan kita," papar Teguh.
(*)

AntaraNews : 12 September 2012 
Link : http://www.antaranews.com/berita/332562/hutan-bagus-indonesia-tinggal-60-juta-hektare

Friday, September 7, 2012

“GREEN PRODUCT” KEHUTANAN VERSUS ISSUE LINGKUNGAN

Issue lingkungan pemanasan global akibat emisi CO2 penggunaan energi fosil yang terus meningkat di negara-negara maju telah menjadi keprihatinan dunia. Namun belakangan isue pemanasan global ini bergeser dan mencuat menjadi isue deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang yang dituding sebagai penyumbang terbesar emisi CO2.