Pages

Hutan Kunci Bagi Sasaran Pembangunan

Hutan dunia memainkan perang penting dalam peralihan ke ekonomi hijau, tapi pemerintah perlu berbuat lebih banyak guna menjamin hutan tersebut dikelola secara berkelanjutan

Pelet Kayu, Bahan Bakar Alternatif Rendah Emisi

Penggunaan wood pellet (pelet kayu) sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk industri besar, kecil, dan rumah tangga menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah dan gas.

COP19 Warsawa : Indonesia Paparkan Inisiatif Hijau Dalam Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung

"Green Initiatives on Protected Forest, Production Forest and National Parks" COP-19/CMP-9 UNFCCC, Warsawa, Polandia (15/11/2013).

Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks

ITTO co-hosted a discussion forum on “Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks” at Forest Day 6, convened during UNFCCC COP18 in Doha, Qatar.

Saturday, April 21, 2012

Happy Earth Day 2012 !


Earth Day atau Hari Bumi jatuh setiap tanggal 22 April. Perayaan ini ditujukan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat atas masalah lingkungan yang ada.

Hari Bumi pertama kali dirayakan pada 22 April 1970 di Amerika Serikat. Jutaan orang, terutama siswa sekolah dan mahasiswa, berkumpul dalam  sebuah acara rally yang salah satunya berisi program edukasi lingkungan.

Senator Gaylord Nelson dari Wisconsin adalah pencetus pertama Hari Bumi. Ia memiliki keyakinan bisa menyatukan kekuatan gerakan lingkungan dan meningkatkan kesadaran ekologi. "Tujuannya adalah demonstrasi nasional atas kepedulian lingkungan. Gerakan ini sedemikian besarnya sehingga bisa menggoyahkan pendirian politik," kata Nelson saat itu. "Dan akhirnya (Hari Bumi) bisa memaksa isu (lingkungan) ini ke dalam agenda politik."
Gerakan ini memang akhirnya membuahkan hasil dengan didirikannya Agensi Perlindungan Lingkungan (EPA). Badan ini didirikan dengan tujuan sebagai regulator dan menerapkan undang-undang polusi di AS.

Seiring berjalannya waktu, Hari Bumi makin populer di kalangan masyarakat dunia. Terbukti di perayaan ke-20 Hari Bumi pada 22 April 1990, lebih dari 200 juta orang dari 141 negara turut berpartisipasi. Masuk tahun 2000, di perayaan ke-30 Hari Bumi, peserta bertambah dari 183 negara di dunia.

"Hari Bumi secara konsisten diikuti sekitar satu miliar orang dari 192 negara tiap tahunnya," ujar Bryan Buchanan selaku juru bicara Earth Day Network, Jumat (20/2).

Di Indonesia, perayaan Hari Bumi sudah dibuka dengan penyelenggaraan Indonesia Climate Change Education Forum & Expo (ICCEFE), di Balai Sidang Jakarta Convention Center, mulai 19-22 April 2012. ICCEFE yang kedua kalinya ini mengambil temaResponse to Climate Change.

(Zika Zakiya. Sumber: The History Channel, New York Times, Insurance Journal)

Source : http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/04/selamat-hari-bumi

Website boston.com merilis foto-foto luarbiasa menyambut Earth Day 2012 : Silakan berkunjung ke link ini : http://www.boston.com/bigpicture/2012/04/earth_day_2012.html

Sebuah lembaga Earth Day Network mengkampanyekan gerakan aksi bertema "Earth Day 2012 : Mobilize the Earth". Berikut video nya :

Friday, April 20, 2012

Selamatkan Marwah Danau Maninjau, Gerbang Pensi Diresmikan

Pencanangan Gerakan Pembangunan dan Penyelamatan Salingka Danau Maninjau (Gerbang Pensi Maninjau) dimulai dengan ditandai pemukulan gendang Tambua oleh Staf Ahli Menteri Kehutan Dr Yetty Rusli, Selasa (17/4) dilapangan Objek Wisata Muko-Muko Maninjau.

Pencanangan Gerbang PENSI yang dilakukan bertujuan untuk mewujudkan kerja sama dengan semua pihak dalam upaya pembangunan dan penyelamatan kawasan Danau Maninjau merupakan warisan nenek moyang yang akan diwarisi kepada generasi kedepan.

Yetty Rusli menyampaikan, dalam sambutan Danau maninjau merupakan salah satu danau yang disudah dibicarakan ditingkat menteri dan menjadi prioritas dalam pengelolaan berkelanjutan.


"Dalam pengelolaan berkelanjutan perlu dilakukan kerja sama yang baik dengan pemerintah, masyarakat dan juga para pelaku penghijauan, sehingga danau dapat diselamatkan dari pencemaran,"

Perlu diketahui menyusutnya air Danau Maninjau dikarenakan sudah berkurangnya aliran sungai kecil yang bermuara kedanau ini disebabkan terjadinya pengurangan hutan yang beralih kepada perkebunan masyarakat serta terjadinya bencana alam.


Dia menambahkan, Kabupaten Agam merupakan daerah yang masih luas memiliki kawasan hutan, akan tetapi perlu dilakukan strategi penyelamatan supaya tidak terjadi penggundulan hutan yang sangat berakibat berkurangnya endapan air.


Disisi lain, Bupati Agam Indra Catri mengatakan, pencanangan gerbang pensi yang dilakukan saat ini intinya untuk menyelamatkan marwah Danau Maninjau demi masa depan yang lebih baik.


"Sesungguhnya perbaikan sudah dimulai akan tetapi belum selesai karena kita masih memiliki persekutuan, kesadaran dan semangat umum yang berkembang baik ditengah masyarakat, kesemuanya merupakan agenda perbaikan akan lebih bertumpu kepada masyaraka,"'ujarnya mengakhiri.(wan)


Sumber :http://www.agammediacenter.com/2012/04/gerbang-pensi-maninjau-dicanangkan_17.html
http://sumbaronline.com/berita-9790-selamatkan-marwah-danau-maninjau-gerbang-pensi-diresmikan.html

Konsultasi Publik Permenhut Penyelenggaraan Karbon Hutan

Dr. Ir. Yetti Rusli, MSc membuka acara
Kelompok Kerja Perubahan Iklim – Sekjen Kemenhut bekerjasama dengan Direktorat PJLKKHL, GIZ Forclime dan ITTO menyelenggarakan Konsultasi Publik Peraturan Menteri Kehutanan tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan pada Hari Rabu/18 April 2012 di Hotel Santika Jakarta. Acara tersebut dibuka oleh Dr. Ir. Yetti Rusli, MSc (SAM Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim/ Ketua Pokja Perubahan Iklim). Acara ini bertujuan untuk mensosialisikan dan menjaring masukan bagi penyempurnaan draft Permenhut.

Bagian penting dari konsultasi publik ini adalah untuk mempromosikan inisiatif Pemerintah Indonesia terkait Penyelenggaraan Karbon Hutan melalui draft Permenhut tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan kepada para undangan. Paparan disampaikan oleh Bapak Suhaeri dari Biro Hukum dan Organisasi Setjen Kemenhut. Adapun latar belakang penyusunan draft Permenhut dijelaskan oleh  Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc dan Dr Bambang Supriyanto (Direktur PJLKKHL). Permenhut tentang Penyelenggaran Karbon Hutan ini disusun untuk menjembatani gap policy yang sudah termuat pada kebijakan sebelumnya (Permenhut No 14/ 2004, Permenhut No 68/2008, Permenhut No 30/2009, dan Permenhut No 36/2009). Dari hasil diskusi, telah terjaring banyak banyak saran dan masukan dari peserta. Secara umum, peserta konsultasi publik mendukung terbitnya draft Permenhut karena dapat memberikan angin segar terhadap pelaksanaan DA REDD dan kegiatan karbon hutan di Indonesia. Tentu saja, dalam impletasinya, penyelenggaraan karbon hutan harus mematuhi prinsip-prinsip dan kaidah sebagaimana diatur dalam permenhut ini namun tidak overregulated. 

Draft Permenhut tentang Penyelenggaraan Karbon dan Rumusan hasil konsultasi publik dapat diunduh disini.

Unduh :
Sumber :
http://ekowisata.org/konsultasi-publik-permenhut-penyelenggaraan-karbon-hutan/

Sunday, April 8, 2012

Efforts Needed to Reach Emissions Target

Elly Burhaini Faizal, The Jakarta Post, Bogor | Thu, 02/09/2012 9:54 AM

The Indonesian government’s target to cut emissions by 26 percent before 2020 under the Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) scheme cannot be achieved unless the importance of forests is thoroughly understood.

The Forestry Ministry’s environment and climate change expert Yetti Rusli this week said that talks among countries have not led to a strong grasp on forests’ role as carbon stocks.

“Countries keep pressing us to prevent deforestation. They force us not to destroy our forests. In fact, curbing deforestation has been our policy since long time ago,” Yetti said from the sidelines of a REDD+ workshop organized by the office of UN’s REDD program in Bogor, West Java.

While REDD offered incentives for developing countries to reduce emissions from forested lands, REDD+ also encouraged conservation efforts and sustainable forest management.

The Forestry Ministry said that the level of deforestation reached 3.51 million hectares per year until 2000. The 1997 economic crisis and mushrooming local regulations enacted by many regional administrations to self-manage their forests could be partly blamed for the high level of deforestation.

The El NiƱo weather phenomenon, which caused drought-related wildfires in some areas in the country, had aggravated the problem.

The high level of deforestation drew strong criticism at home and abroad, forcing the government to regulate deforestation.

“Within only three years, we can reduce the deforestation level to 1.08 million hectares per year, from about 4 million hectares annually,” said Yetti, who also chairs the Forest and Climate Change Working Group (FCC WG) at the Forestry Ministry.

At the G20 Summit in Pittsburgh in September 2009, President Susilo Bambang Yudhoyono pledged an emissions reduction target of 26 percent by 2020 with international assistance.

Presidential Regulation (PP) No. 61/2011 on the national action plan on reducing greenhouse emissions (RAN-GRK) set measures to achieve the country’s 2020 emission reduction target.

Rachmat Witoelar, the head of the National Council on Climate Change (DNPI), said that the regulation could be an effective REDD+ negotiation tool.

“This regulation shows that Indonesia, as a developing country, has been proactive in conducting mandatory emissions reduction, as the international community wants to see,” he told The Jakarta Post.

“Many countries have so far expressed intentions to reduce emissions. For Indonesia, it has become a policy of the state,” he added.

At the 2007 UN Conference on Climate Change in Bali, participating countries adopted REDD+, which went further than offering incentives for preventing deforestation by encouraging other measures, such conservation, sustainable forest management and enhancing carbon stocks.

This initiative allows the forestry sector to have a bigger role in the global effort to tackle climate change.

“One thing that the international community has never wanted to know, however, is that we have a capacity to protect conserved forests, to undertake replanting and rejuvenation of cash crops, as well as conducting a sustainable forest management,” Yetti said.

Forestry Ministry data shows that potential carbon stocks in Indonesian forests reached 92 million tons, while the potential for carbon emissions reached only 0.6 million tons per year.

Yet many countries have not acknowledged the carbon stocks in Indonesia’s forests. They placed stronger emphasis on lowering climate risks through the development of green technology rather than conserving forests as carbon pools, Yetti said.

“I think they should recognize our capacity in absorbing carbon emission by using planted trees, in conserving forests and in producing renewable energy that can replace coal and oil,” she said.

Currently, renewable energy products such as wood pellets are seen as potential commodities from the forestry sector because they can produce energy that can rival medium-quality coal.

Demand in Europe for wood pellets continues to grow after the Fukushima nuclear incident in Japan last year. “Germany even has stated that it won’t further develop its nuclear power plants and is considering a shift to renewable energy, including wood pellets, as source of energy in the country,” Yetti said, adding that pellets could come from sustainable crops such as albasia (Albizia falcata), kaliandra (Calliandra calothyrsus) and akasia (Acacia aneura) trees.

She said that Indonesia should take advantage in such transitional period.

Tuesday, April 3, 2012

Lagi, Gunma Safari Park Jepang Membangun Komitmen Mendukung Pengelolaan TNGGP secara Efektif

Benteng hijau itu terkikis! Suatu ancaman yang saat ini sedang dihadapi oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangarango (TNGGP), kawasan dengan salah satu hutan hujan tropis pegunungan terbaik di Jawa, sebagai konsekuensi perluasan areal yang dimiliki. Dengan penambahan areal seluas kurang lebih 7000 ha, TNGGP yang semula memiliki luasan 15.196 ha kini memiliki wilayah pengelolaan seluas 22.851 ha. Sebagian besar dari areal perluasan tersebut merupakan areal eks Perum Perhutani yang terdegradasi. Suatu tantangan yang membutuhkan komitmen tinggi untuk merehabilitasi lahan tersebut. Berbagai konservasi dan rehabilitasi terus dilakukan, salah satunya adalah inisiatif restorasi lahan dengan Adopsi Pohon pada areal yang terdegradasi.

“Langkah ini harus segera laksanakan bagi terjaganya air dan sumberdaya kehidupan untuk masyarakat, dan rumah bagi satwa yang dilindungi” ujar Ir. Sumarto, MM, Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. “Diharapkan langkah restorasi ini dapat mengembalikan ekosistem TNGGP sebagai penyangga kehidupan, khususnya pensuplai sumber air bagi kebutuhan masyarakat di hulu maupun di hilir”, lanjut Ir. Sumarto.

“Keutuhan TNGGP tidak hanya tanggungjawab pengelola, tapi adalah tanggungjawab semua orang, termasuk masyarakat dunia, karena telah menikmati layanan (servis) gratis seperti udara segar, air, dan penyerap polusi “, ujar Dr. Ir. Yetti Rusli, SAM Bidang Lingkungan, Departemen Kehutanan. “Untuk itu, Kami mengajak siapapun yang peduli terhadap keutuhan ekosistem Gunung Gede dan Pangrango, baik perorangan maupun lembaga untuk turut serta bahu membahu merestorasi kawasan TNGGP, lanjut Dr Ir. Yetti Rusli.

Komitmen untuk mengembalikan kawasan TNGGP, telah menjadi komitmen mutlak yang selalu dilakukan oleh pihak pengelola. Selama ini TNGGP bersama dengan mitra sepertiConservation International Indonesia (CII), Perkumpulan Gedepahala, Yayasan Owa Jawa, TNGGP telah melakukan berbagai upaya konservasi sumber daya alam hayati, baik dengan restorasi kawasan melalui program adopsi pohon, maupun rehabilitasi populasi satwa, khususnya Owa Jawa melalui program rehabilitasi dan penyelamatan Owa Jawa di Javan Gibbon Centre (JGC).

Komitmen pun datang dari masyarakat international, dukungan terhadap kegiatan restorasi ekosistem dan penyelamatan Owa Jawa (Hylobates moloch) salah satunya diperoleh dari masyarakat Jepang melalui Gunma Safari Park Japan. Pendonasian kepada TNGGP telah dilakukan sejak tahun 2005, secara rutin setiap tahun Gunma Safari Park Japan memberikan donasi rata-rata sebesar 400.000 yen. Komitmen itu pun terus berlangsung hingga tahun 2010.

Gunma Safari Park Japan, Kedutaan besar Republik Indonesia-Jepang, dan Taman Safari Indonesia semakin mengukuhkan komitmen tersebut. Pada tanggal 23 Januari 2010 di Resort Pusat Pendidikan Alam dan Konservasi Bodogol (PPKAB), Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor TNGGP, untuk kesekian kalinya, Gunma Safari Park Japan secara resmi memberikan donasi untuk restorasi ekosistem, rehabilitasi lahan dan penyelamatan Owa Jawa di TNGGP. Pada acara tersebut hadir, diantaranya President of Gunma Safari Park Japan Mr & Mrs Kunihiko Takahashi, Staf Ahli Menteri Lingkungan Departemen Kehutanan Dr. Ir. Yetti Rusli, Indonesian Forestry Attache in Japan Ibu Sri Murniningtyas, Direktur Taman Safari Indonesia Bapak Frans Manangsang, Perwakilan dari JICA Indonesia Ms. Mari Miura, Kepala Sub Direktorat Konservasi Kawasan  Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Dr. Samedi, Chairman of Javan Gibbon Foundation Bapak Wahjudi Wardojo, Perwakilan dari Konsorsium GEDEPAHALA Bapak Agoes Sriyanto, Perwakilan Bupati Bogor, Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Ir. Sumarto, MM beserta staf, 20 (dua puluh) tamu undangan Jepang serta perwakilan beberapa instansi Jepang yang peduli terhadap lingkungan.

Donasi diserahkan secara langsung dari para donatur Jepang yang tergabung dalam Gunma Safari Park Japan melalui Yayasan Owa Jawa dan Perkumpulan GEDEPAHALA yang diterima oleh Chairman of Javan Gibbon Foundation Bapak Wahjudi Wardojo dan Perwakilan dari Konsorsium GEDEPAHALA Bapak Agoes Sriyanto. Donasi tersebut diserahkan untuk mendukung pengelolaan TNGGP yang efektif khususnya restorasi ekosistem, rehabilitasi lahan dan penyelamatan Owa Jawa di TNGGP.

Total keseluruhan donasi tahun 2010 yang diberikan oleh Japan kepada TNGGP adalah 882.000 yen dengan rincian: Gunma Safari Park Japan memberikan donasi sebesar 600.000 yen dengan peruntukan  restorasi ekosistem, rehabilitasi dan penyelamatan owa jawa sebesar 300.000 yen dan peningkatan fasilitas Pusat Informasi Pengunjung (Visitor Centre) sebesar 300.000 yen. Selain Gunma Safari Park, Tomiko Kebuka Rotary dan Tomiko Manager Meeting juga menyumbang untuk penanaman pohon dan rehabilitasi Owa Jawa masing-masing sebesar 100.000 yen dan 42.000 yen. Akutsu Unso menyumbang sebesar 30.000 yen, Chinese Restaurant Japan menyumbang 10.000 yen, dan The President of Nukabe Oil ikut menyumbang bagi sekolah dasar yang selalu berpartisipasi dalam penanaman di TNGGP sebesar 100.000 yen yaitu MI Al-Ikhlas. Tidak hanya itu, MI Al-Ikhlas juga mendapatkan sumbangan berupa alat tulis dari Mr. Koayashi Terumi seorang pemilik toko alat tulis di Jepang.

Tidak berhenti sampai disitu, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Jepang, Taman Safari Indonesia dan Gunma Safari Park Jepang menyatakan komitmennya dengan aksi ikut berpartisipasi dalam kampanye penanaman 1 Milyar pohon melalui penanaman di TNGGP. Pada hari yang sama dengan penyerahan donasi, telah dilakukan penanaman pohon secara simbolis di Resort Bodogol, BPTN Wilayah III Bogor TNGGP berupa 40 pohon rasamala oleh rombongan Gunma Safari Park, Staf Ahli Menteri Kehutanan, Direktur Konservasi Kawasan, Direktur Taman Safari Indonesia, Direktur Javan Gibbon Center, Direktur CI-Indonesia.

Suatu komitmen yang diawali oleh tindakan nyata telah dilakukan oleh masyarakat Jepang melalui Gunma Safari Park.  Aksi Jepang menjadi contoh yang patut ditiru oleh masyarakat Indonesia baik  individu ataupun perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian TNGGP dan Owa Jawa. Jika bukan kita? Siapa lagi? Nyatakan aksimu!