Pages

Hutan Kunci Bagi Sasaran Pembangunan

Hutan dunia memainkan perang penting dalam peralihan ke ekonomi hijau, tapi pemerintah perlu berbuat lebih banyak guna menjamin hutan tersebut dikelola secara berkelanjutan

Pelet Kayu, Bahan Bakar Alternatif Rendah Emisi

Penggunaan wood pellet (pelet kayu) sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk industri besar, kecil, dan rumah tangga menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah dan gas.

COP19 Warsawa : Indonesia Paparkan Inisiatif Hijau Dalam Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung

"Green Initiatives on Protected Forest, Production Forest and National Parks" COP-19/CMP-9 UNFCCC, Warsawa, Polandia (15/11/2013).

Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks

ITTO co-hosted a discussion forum on “Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks” at Forest Day 6, convened during UNFCCC COP18 in Doha, Qatar.

Monday, January 2, 2017

Metamorfosa Kayu Bakar, Perubahan Iklim, Energi Terbarukan

Sumber: http://www.fao.org/forestry/energy/en/

Wood is considered humankind’s very first source of energy. Today it is still the most important single source of renewable energy providing about 6% of the global total primary energy supply.

More than two billion people depend on wood energy for cooking and/or heating, particularly in households in developing countries. It represents the only domestically available and affordable source of energy. Private households’ cooking and heating with woodfuels represents one third of the global renewable energy consumption, making wood the most decentralized energy in the world.

Woodfuels arise from multiple sources including forests, other wooded land and trees outside forests, co-products from wood processing, post-consumer recovered wood and processed wood-based fuels. Wood energy is also an important emergency backup fuel. Societies at any socio-economic level will switch easily back to wood energy when encountering economic difficulties, natural disasters, conflict situations or fossil energy supply shortages.
Woodfuels are a very important forest product. Global production of fuelwood exceeds the production of industrial roundwood in terms of volume. Fuelwood and charcoal production is often the predominant use of woody biomass in developing countries and economies in transition.

Today wood energy has entered into a new phase of high importance and visibility with climate change and energy security concerns. Wood energy is considered as a climate neutral and socially viable source of renewable energy, but only when meeting the following conditions:

Wood arising from sustainably managed resources (forests, trees outside forests, etc.).Appropriate fuel parameters (water content, calorific value, shape, etc. ).Efficient incineration or gasification minimizing indoor and outdoor emissions.Cascade use of wood fibres – favouring material use, re-use and recycling before energy use.

Saturday, January 9, 2016

The Business & Climate Summit: an illustration of corporate commitment to a sustainable future

The vital involvement of the private sector

200 days before COP 21, the Summit brought together nearly 1,200 international leaders and investors from numerous sectors (energy, transportation, food, construction, public authorities, etc.) alongside François Hollande, Laurent Fabius and Ségolène Royal. Over the course of two days, UNESCO Headquarters was the venue for conferences on the technological, organizational and financial solutions needed to reach an ambitious, restrictive climate agreement.

Sunday, September 20, 2015

Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc : Facilitating Private Sector Involvement for REDD+ (WFC - 2015)

How can private finance be mobilized and utilized for climate mitigation and adaptation in the forest and land sectors? 

Looking at the growing flow of private finance for REDD-Plus and other forest and land related activities: What schemes and instruments have worked? What can we learn from the existing practices for scaling up? How can national entities be more coordinated in terms of mobilizing REDD-plus finance and other types of forest finance, and what policy frameworks need to be in place? What role has public finance played, or could play, to catalyze shifts in private finance for mitigation and adaptation in forest activities?

This is a joint presentation by Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc with JICA HQ on Panel Session 4 at The Third Forum of the Standing Committee on Finance of UNFCCC which was held in conjunction with the 14th World Forestry Congress (WFC).

Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc presentation : click here

 

For the full rundown & other information on The Third Forum of the Standing Committee on Finance of UNFCCC & WFC 2015, please click here

Sunday, December 14, 2014

Tema Kayu Menjadi Energi Sedot Perhatian

JAKARTA - Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC COP20/CMP10 2014 yang tengah berlangsung di Lima, Peru, 1-12 Desember menjadi tonggak kesepakatan baru menjelang pertemuan kunci di Prancis tahun depan.

Ribuan delegasi dari sekitar 200 negara berusaha menjelaskan langkah-langkah penanggulangan perubahan iklim. Menteri Lingkungan Peru Manuel Pulgar-Vidal, yang dipilih dalam sesi pembuka sebagai Presiden COP20/CMP10, meminta para delegasi bekerja dalam langkah yang kreatif guna mencapai konsensus global dalam 12 hari pertemuan. Pulgar- Vidal menekankan bahwa proses transparan dan inklusif akan menjadi prioritas utama.

Peran Hutan Krusial dalam Perubahan Iklim

LIMA - Proyek Pengurangan Emisi dari Penggundulan dan Perusakan Hutan (REDD+) semakin krusial dalam kampanye perubahan iklim. Hal tersebut diungkapkan sejumlah ilmuwan melalui publikasi di Jurnal Konservasi Internasional barubaru ini.

Para ilmuwan mengungkap, penjagaan biodiversitas adalah langkah krusial bagi kesuksesan penyimpanan karbon di dalam hutan. Artinya, perlu tindakan nyata dari sejumlah negara denganluasanhutanyangbesardalam upaya mencegah penggundulan dan perusakan hutan. Tidak mungkin biodiversitas terjaga jika hutan-hutan terus dijarah dan diberangus habitat serta kekayaan tanaman dan pepohonannya.

Indonesia Kawal Sidang COP Perubahan Iklim Global di Peru

KBRN, Lima : Misi delegasi Indonesia dalam mengawal Sidang Tingkat Dunia atau Confrence Of Parties COP tahun ini berjalan sangat baik, terutama untuk misi bidang kehutanan atau formula R-E-DD Plus yang pada Sidang UNFCC atau United Nation For Climate Change di Lima, Peru ini, terus melaju dan menjadi topik wajib dalam setiap pembahasan.

Hal tersebut diungkapkan oleh delegasi Khusus Indonesia dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr Yetti Rusli, MSc, yang bahasannya dalam berbagai kesempatan senantiasa menyedot banyak pengunjung untuk antusias berinteraksi pada masalah REDD+.

Saturday, December 6, 2014

Serunya Paviliun Indonesia pada Sidang Dunia COP di Lima Peru

KBRN, Peru :   Climate Talk to Climate Action yang tertera  di Paviliun Indonesia, kian hari kian bertambah seru. Berbagai paparan, pembahasan-pembahasan  dan perbincangan terlihat begitu  mengasikkan seakan mengalahkan siding-sidang peting yang berlangsung pada saat yang sama pada hari keempat 20 th Conference of Parties (COP) 2014,  di Lima Peru, kemarin (04/12/2014). 

Wednesday, October 8, 2014

Lahan Gambut Halal Dimanfaatkan

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyatakan bahwa gambut bukanlah lahan yang haram untuk dimanfaatkan. Berbekal ilmu pengetahuan dan teknologi, lahan gambut terbukti bisa dikelola secara lestari, di antaranya bisa digunakan untuk budidaya tanaman keras.

Kepala Badan Litbang Kehutanan Kemenhut San Afiri Awang mengungkapkan, pihaknya tidak merekomendasikan penetapan muka air paling rendah 0,4 meter sebagai indikator kerusakan gambut dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPP Gambut).

Thursday, September 18, 2014

Kunjungan Profesional Bisnis dan Akademisi IPB

2014916123231Tanggal 16 September 2014 beberapa kalangan profesional dan akademisi IPB berkunjung ke Geger Bangkalan. Mereka adalah Nurcahyo Adi (Ucok), Imam Soeseno, dan beberapa praktisi bisnis lainnya seperti Agus Nurhayat, Awriya Ibrahim, Hasbi Afkar, Bowo H Satmoko, dan Atang Muharam. “Ini adalah contoh penerapan bisnis hulu-hilir yang mengintegrasikan antara Kebun Energi Kaliandra dan Pabrik Wood Pellet yang dikelola oleh masyarakat,” papar Daru Asycarya, Project Manager ICCTF-Kemenhut ini. 
Kaliandra dipilih karena keunggulannya dalam mendukung program bisnis wood pellet dan kemampuannya tumbuh di lahan kritis. Dengan sistem 3T – meminjam istilah dari Dr.Yetti Rusli – (Tanam, Tebang, dan Trubus) maka budidaya kaliandra di kebun energi akan bisa sustainable paling tidak dalam waktu 10 tahun,” imbuhnya. Kebun energi seharusnya ditempatkan pada lahan-lahan kosong dan tidak produktif, sehingga mampu menghasilkan delta serapan karbon yang penting.

Sunday, August 24, 2014

Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc : Green Arsitektur Hutan Indonesia

Oleh: DR. Ir. YETTI  RUSLI, MSc.
(yetti.rusli@gmail.com; http://www.forestforlife.web.id)

1.   Hutan Indonesia perlu diselamatkan secara professional dengan landasan ilmiah dan empiris, tidak hanya terhanyut isu dan tanggapan sentimentil dunia yang pada beberapa tahun belakangan berkembang pembicaraan sepihak bahwa hutan Indonesia menjadi sumber emisi. Pandangan tersebut sangat tidak adil dan berpotensi menutup solusi cerdas yang dapat di sumbangkan oleh hutan Indonesia.
2.   Secara legal konstitusi, hutan menempati wilayah daratan Indonesia lebih kurang 65%, merupakan modal kebangkitan ekonomi Indonesia yang dapat menyentuh lapis akar rumput sampai ekonomi nasional dan global. 
3.   Selain manfaat hutan yang sudah dikenal umum (ekosistem, kayu dan nonkayu), hutan Indonesia dapat menjadi solusi mengatasi krisis dan subsidi energi nasional yang setiap tahun meningkat tanpa terselesaikan.  Kemampuan tersebut dapat berkembang sampai penguasaan pasar dunia energi berbasis biomasa kayu dengan menanam lahan marginal terbengkalai dengan jenis kayu energi (kayu bakar) dan dengan cara tanam Short Rotation Coppice System (SRC) atau tanam tebang trubus.  SRC ini dapat menghasilkan biomasa siap digunakan hanya dalam waktu 1 tahun dan bisa terus menerus dipanen selama 20-30 tahun dengan hasil berkali lipat dibanding sistem tanam konvensional. Sampai saat ini pembangunan kehutanan konvensional belum menyentuh inovasi dan potensi tersebut.

Thursday, August 21, 2014

Yetti Rusli : Kemenhut Ingin Kembali Menjadi Prime Mover Ekonomi Indonesia

KBRN, Jakarta: Kementerian Kehutanan (Kemenhut) optimis dapat kembali menjadi prime mover atau penggerak utama ekonomi Indonesia, seperti pada saat Hak Pengusahaan Hutan (HPH) baru digulirkan pemerintah.

Pasalnya, banyak sumber daya hutan yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa, seperti persoalan bahan bakar minyak (BBM) yang mengharuskan pemerintah menyediakan dana subsidi tidak sedikit untuk menekan harga bahan bakar dari energi fosil itu.